Desakan LPA NTB Buntut Pernikahan Anak Viral: Revisi Perda-Terapkan Sanksi

Nathea Citra - detikBali
Selasa, 27 Mei 2025 07:00 WIB
Foto: Pernikahan anak viral di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). (IST)
Mataram -

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Desakan ini mencuat menyusul viralnya video pernikahan anak SMP berinisial SMY (15) dan siswa SMK berinisial SR (17) di Lombok Tengah.

"Itu perlu, harus ada revisi. Biar ada efek jera dan sanksi," kata Sekretaris LPA NTB Sukron Ucok saat ditemui di kantornya, Senin (26/5/2025).

Menurutnya, Perda Nomor 5 Tahun 2021 belum cukup kuat menekan angka perkawinan anak di NTB. Salah satu kelemahannya adalah ketiadaan sanksi tegas bagi para pelaku, termasuk orang tua maupun perangkat desa yang terlibat dalam praktik tersebut.

"Kami dorong untuk direvisi, karena ini urgent. Harus dilakukan sesegera mungkin. Awig-awig juga bisa diberikan, untuk memberi sanksi di tiap dusun," jelas Sukron.

Ia juga menyarankan agar revisi Perda mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), khususnya Pasal 10 yang mengatur ancaman pidana sembilan tahun dan denda ratusan juta rupiah bagi pihak yang memaksa atau memfasilitasi perkawinan anak.

"Siapa yang memaksa (pernikahan anak), itu yang dijerat UU TPKS. Ini bisa jadi efek jera. Di satu sisi, perlu juga merubah mindset masyarakat," beber Sukron.

Menurut Sukron, kasus perkawinan di bawah umur harus segera disikapi pemerintah, mengingat dampak dari perkawinan anak tersebut amatlah besar.

"Dampak buruk dari hasil perkawinan (anak di bawah umur) itu berbahaya dan bisa jadi beban negara. Misalkan timbul stunting, kemiskinan, dan masih banyak lagi. (Kalau kasus ini terus terjadi) nggak bakal selesai-selesai (dampaknya)," tandasnya.

Dorong Pemda Cegah Perkawinan Anak

Sukron juga mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Tengah untuk memberi pendampingan pada SMY dan SR. Terlebih kondisi psikologis pengantin perempuan terganggu usai video pernikahannya menjadi sorotan publik dan dilaporkan ke pihak berwenang.

"Kami akan melakukan pendampingan pasca peristiwa tersebut, dan UPTD PPA Lombok Tengah harus memfasilitasi anak tersebut agar tetap mendapatkan hak-haknya," kata Sukron.

Meski menyayangkan masih terjadinya pernikahan anak, Sukron menegaskan bahwa pendekatan yang diambil LPA NTB bersifat preventif sekaligus penanganan pascaperkawinan. Ia menekankan bahwa anak-anak yang menikah di usia dini tetap harus dipandang sebagai korban, terutama karena mereka kehilangan hak atas pendidikan.

"Momentum kasus ini bisa jadi pembelajaran untuk merumuskan langkah strategis untuk percepatan implementasi regulasi Perda NTB dan Perbup Loteng, terkait pencegahan perkawinan anak," ujarnya.

Alasan ortu restui pernikahan klik halaman selanjutnya



Simak Video "Video KPAI Ungkap Pernikahan Anak di NTB Tinggi, Adat-Regulasi Jadi Sorotan"


(nor/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork