Sebanyak 20 pekerja PT Rangga Eka Pratama, perusahaan jasa konstruksi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), diberhentikan tanpa diberikan uang pesangon. Manajemen perusahaan menyatakan para pekerja berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), sehingga tidak berhak atas kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kuasa hukum PT Rangga Eka Pratama, Abdullah, menyebutkan PHK dilakukan karena kontrak kerja para pekerja telah berakhir dan tidak diperpanjang. Ia menegaskan, status mereka sebagai pekerja kontrak membuat perusahaan tidak berkewajiban memberikan pesangon.
"Mereka yang melakukan demo kemarin itu kan statusnya sebagai PWKT, jadi tidak ada pesangon," kata Abdullah saat ditemui detikBali, Jumat (11/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdullah menambahkan, keputusan tidak memperpanjang kontrak diambil karena saat ini tidak ada proyek baru yang dikerjakan oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan turut mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang berdampak pada operasional.
"Proyek infrastruktur ini kan tidak ada, jadi tidak mungkin kami perpanjang pekerja yang sudah selesai masa kontrak. Perusahaan juga punya kalkulasi sendiri untuk menyelamatkan perusahaan, juga menyelamatkan para karyawan yang masih ada," ujarnya.
Menurutnya, langkah tersebut sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
"Karena status mereka PWKT jadi tidak ada pesangon, ini kan soal regulasi. Mereka itu bukan karyawan tetap, mereka diikat kontrak PKWT dan perlakuannya berbeda menurut regulasi," imbuhnya.
Sebelumnya, puluhan pekerja menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Dompu pada Kamis (10/4/2025). Mereka menuntut kejelasan atas keputusan PHK yang dinilai dilakukan secara sepihak dan tidak adil.
Salah satu mantan pekerja, Sudarman, mengaku terkejut karena diberhentikan tanpa pemberitahuan resmi dari perusahaan.
Baca juga: 74 PMI Dipulangkan ke NTT, 68 Ilegal |
"Langsung diberhentikan secara sepihak dan saya cuma disodorkan kwitansi kosong oleh perusahaan," ungkap Sudarman di lokasi aksi.
Sudarman mengaku telah bekerja selama 9 tahun di perusahaan dengan gaji Rp 2,7 juta per bulan. Ia menilai penghasilannya tidak sebanding dengan beban kerja yang ditanggung.
(dpw/dpw)