KPK Dorong Satgas Tambak Udang NTB, Sinkronisasi Izin Diperkuat

KPK Dorong Satgas Tambak Udang NTB, Sinkronisasi Izin Diperkuat

Ahmad Viqi - detikBali
Kamis, 27 Feb 2025 17:20 WIB
Monitoring dan Evaluasi Tata Kelola Tambak Udang di Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/2/2025).
Monitoring dan Evaluasi Tata Kelola Tambak Udang di Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/2/2025). (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan pemerintah daerah untuk membentuk satuan tugas (Satgas) pengelolaan izin tambak udang. Pembentukan Satgas ini bertujuan untuk menertibkan perizinan tambak serta pengelolaan limbah tambak.

Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK RI Dian Patria menyatakan satgas ini diperlukan guna meningkatkan koordinasi antara pemerintah dengan pengusaha tambak udang.

"Selama ini kan kurang jalan. Contoh di Lombok Utara, awalnya ada 29 izin tambak yang didata oleh pemda. Sementara menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB, terdapat 59 izin," ujar Dian seusai Monitoring dan Evaluasi Tata Kelola Tambak Udang di Kantor Gubernur NTB, Kamis (27/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dian menyoroti perbedaan data perizinan antara pemerintah daerah dan provinsi yang diduga terjadi karena Dinas Lingkungan Hidup di masing-masing daerah hanya mengeluarkan izin untuk darat.

"Bisa jadi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan ini tidak nyambung dalam penerbitan izin. Makanya perlu satgas yang berkoordinasi antara kabupaten dan provinsi. Lebih baik lagi jika ada peran dari pihak pajak agar data produksi bisa dilaporkan," jelasnya.

Satgas tersebut nantinya akan mencatat hasil produksi 503 tambak udang di 10 kabupaten/kota di NTB. Data ini akan diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai dasar penghitungan pajak.

"Kami dorong agar dalam tujuh hari setelah panen, data hasil produksi wajib diserahkan ke pemda," tegasnya.

Hilangkan Ego Sektoral dalam Regulasi

Dian juga menekankan bahwa pembentukan satgas ini bertujuan menghilangkan ego sektoral antara kebijakan daerah dan provinsi terkait pengelolaan tambak udang.

"Nantinya satgas ini memangkas ego sektoral. Mereka akan saling berkoordinasi dan berbagi data," kata Dian.

Ia menambahkan bahwa dari 503 tambak udang yang beroperasi di NTB, baik yang berskala intensif maupun lokal, masih terjadi tumpang tindih kewenangan. Sesuai keputusan Menteri Kelautan, wilayah hingga 12 mil laut menjadi kewenangan provinsi, sedangkan darat merupakan kewenangan pemda setempat.

"Tapi begini, tambak itu butuh air laut. Banyak tambak yang tidak mengurus izin lautnya. Kami tegaskan, pengusaha wajib mengurus dua izin: izin laut di provinsi dan izin darat di pemda. Jika tidak, laut kita bisa tercemar," tandasnya.

Ketua Umum Shrimp Club Indonesia, Andi Tamsil, mendukung usulan KPK terkait pembentukan satgas tambak udang.

"Ada dua poin yang ditekankan tadi, yaitu soal regulasi dan limbah. Masalah regulasi ini memang melibatkan pusat, provinsi, dan daerah," jelas Andi.

Terkait instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), Andi menyatakan bahwa seluruh pengusaha diminta segera mendata tambak yang belum memiliki IPAL yang baik.

"Kami diminta dalam enam bulan ke depan untuk melaporkan itu, karena kami sebagai petambak sangat butuh lingkungan yang baik," ujarnya.

Andi juga menegaskan bahwa seluruh pengusaha tambak berkomitmen menjaga lingkungan hidup dan tidak membuang limbah ke laut.

"Kalau ada, itu petambak bodoh," ucapnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

90 Persen Tambak Udang Belum Kelola Limbah dengan Baik

Sementara itu, dari 503 tambak udang yang beroperasi di NTB, baik yang berskala besar maupun lokal, 90 persen di antaranya belum memiliki sistem pengelolaan air limbah (IPAL) yang baik. Dian menegaskan perbaikan IPAL menjadi salah satu poin utama dalam koordinasi dengan pemerintah NTB.

"Pemerintah NTB berkoordinasi dengan kami, akhirnya pelaku usaha sepakat pada 10 Maret akan disurati dan diberi waktu untuk membereskan IPAL-nya, mengurus sertifikat laik operasi (SLO), serta melaporkan hasil produksinya," ujar Dian.

Pelaporan data tambak dan perbaikan IPAL diberikan waktu hingga enam bulan. Jika tidak ada perbaikan, pemerintah daerah dan provinsi akan mempertimbangkan kelangsungan operasional tambak tersebut.

"Kita setop dulu sampai mereka membereskan data. Kabupaten memiliki kewenangan untuk menilai kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR)," kata Dian.

Dian menegaskan bahwa KPK hanya bersifat mengawasi, tetapi jika ada tambak yang tetap membuang limbah ke laut, tindakan tegas akan diberikan.

"Di Lombok Timur dan Poto Tano, Sumbawa Barat, ada yang membuang limbah ke laut. Jadi selama ini lingkungan tidak menjadi perhatian," tegasnya.

Seluruh pengusaha tambak diminta segera merapikan data izin dan operasionalnya. Registrasi ulang data dan izin diberikan batas waktu hingga 31 Desember 2025.

"Jika tidak dilakukan, operasional tambak akan kami setop," ujarnya.

Ketua Umum Shrimp Club Indonesia Andi Tamsil menyatakan pihaknya belum memiliki data pasti mengenai tambak intensif yang tidak memiliki IPAL di NTB.

Dari 503 tambak udang yang ada, 50 di antaranya merupakan tambak intensif atau berskala besar. "Kalau ada tambak yang tidak mengelola limbahnya, itu petambak bodoh namanya. Intinya, kami mendukung pemerintah dalam merapikan perizinan tambak ini," tandasnya.



Simak Video "Video Gelombang Penolakan Pembangunan Tambak Udang di Sukabumi"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads