Ibu-ibu Korban Erupsi Lewotobi Merajut Taplak Meja di Pengungsian

Ibu-ibu Korban Erupsi Lewotobi Merajut Taplak Meja di Pengungsian

Yurgo Purab - detikBali
Jumat, 20 Des 2024 09:35 WIB
Ibu-ibu tampak merajut taplak meja dari benang wol di Pos Desa Bokang, Kecamatan Titehena, Flores Timur-NTT, Kamis (19/12/2024). (Yurgo Purab)
Foto: Ibu-ibu tampak merajut taplak meja dari benang wol di Pos Desa Bokang, Kecamatan Titehena, Flores Timur-NTT, Kamis (19/12/2024). (Yurgo Purab)
Flores Timur -

Ibu-ibu pengungsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengisi waktu luang mereka dengan merajut taplak meja. Mereka merajut taplak untuk pos Palang Merah Indonesia (PMI) di pos pengungsian Desa Kobasoma, Kecamatan Titehena, Flores Timur.

Pantauan detikBali, sebanyak 12 warga penyintas erupsi dari berbagai desa di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki tampak merajut taplak meja. Tangan mereka meliuk-liuk di atas benang dan jarum. Mereka saling bercerita lepas dan tertawa bersama.

"Buat taplak meja. Ada benang warna merah, putih, dan kuning menggunakan benang wol," kata Susana Puka, warga Desa Klatanlo kepada detikBali, Kamis (19/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga lain dari Desa Hokeng Jaya, Marlis Puka, menjelaskan selama ini ibu-ibu hanya tidur saja di pengungsian. Sehingga mereka merajut taplak sebagai rasa syukur karena PMI telah memberikan fasilitas pengungsian.

"Sudah lama tidak merajut. Ini senam jari. Rindu untuk merajut," kata Marlis.

ADVERTISEMENT

Relawan PMI Benediktus Kia Assan mengatakan kegiatan merajut taplak meja ini merupakan inisiatif dari PMI. Tujuannya untuk memulihkan kondisi psikologis pengungsi yang tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.

"Sebagian dari mereka suka merajut benang. Proses ini umpan balik dari layanan mereka. Dengan harapan supaya aktivitas berjalan normal seperti sedia kala," tandas Kia.

Tangis Ibu-ibu Ketika Dengar Lagu Holy Night

Anak-anak dan orang tua antusias menonton sanggar musik fanfare St.Caecilia meski hujan rintik mengguyur di pengungsian Desa Kobasoma. Ibu-ibu terlihat mengusap matanya. Kehadiran musik fanfare menandakan bahwa Natal telah dekat.

Personil sanggar musik Fanfare datang mengenakan topi Natal dan baju putih. Mereka bernyanyi lagu-lagu Natal.

Saat lagu Holy Night dikumandangkan, ibu-ibu penyintas erupsi Lewotobi menangis sedih. Mereka mengenang kampung halaman mereka yang diterjang erupsi 3 November 2024 lalu.

"Sedih ingat kampung. Ingat juga karena suami saya meninggal di pengungsian," kata Agnes Salasoge, warga Desa Nawokote, Kamis.

Sama halnya dengan Martina Darang, warga Desa Nawokote. Dia merasa sedih karena hari Natal sudah dekat dan mereka merayakan Natal di pengungsian.

"Saya menangis karena ingat kampung. Natal sudah dekat tapi kami di pengungsian," ujarnya.




(nor/nor)

Hide Ads