Rencana relokasi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki ke kawasan hutan lindung menuai pro dan kontra. Masyarakat adat menolak rencana itu, sementara pemerintah bersikeras merelokasi warga ke sana.
"Sebagai tokoh adat dan secara kolektif sebagai masyarakat adat Hikong, Boru, dan Boru Kedang, kami menolak keras relokasi ke hutan lindung," ujar tokoh adat setempat, Darius Don Boruk, kepada detikBali, Selasa (17/12/2024).
Mereka menilai kawasan tersebut sebagai sumber resapan air dan rawan longsor, sehingga tidak layak dijadikan lokasi permukiman baru.
Menurutnya, hutan lindung merupakan satu kesatuan ekosistem yang harus dijaga.Ia menyebut kawasan ini memiliki sumber mata air vital yang menjadi penopang kehidupan masyarakat Wulanggitang, terutama warga Desa Boru dan Boru Kedang.
Don Boruk mengungkapkan debit sumber mata air di kawasan tersebut sudah menurun. Ia khawatir mata air akan kering jika hutan tersebut dibuka untuk permukiman.
Selain itu, Don Boruk menegaskan bahwa struktur tanah di Wengot, perbatasan antara Flores Timur dan Sikka, sangat rawan longsor. Jika kawasan tersebut dijadikan pemukiman, dikhawatirkan akan memicu bencana yang berpotensi memutus jalan Trans Flores yang menghubungkan dua kabupaten tersebut.
Di sisi lain, Don Boruk mengatakan kawasan hutan lindung tersebut dulunya adalah lahan yang dikelola oleh masyarakat adat. Namun, sejak 1994, pemerintah menetapkan lahan itu sebagai kawasan hutan lindung, sehingga warga adat kehilangan hak kelola mereka.
"Sejarah mencatat pernah ada tujuh orang yang dipenjara gara-gara buka hutan," ungkap Don Boruk.
"Sangat ironis. Dulu pemerintah larang bahkan dipenjara kalau warga buka hutan. Namun, sekarang malah membuka lahan untuk orang yang bukan pemilik hak ulayat tinggal di situ," ujarnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video "Video: Mensos Sebut Pangkal Pinang Disiapkan Jadi Penampungan Warga Gaza"
(dpw/dpw)