Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak hanya menyimpan keindahan alamnya. Provinsi ini juga memiliki adat dan tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satunya upacara adat Ngoa Ngi'i yang diwariskan oleh masyarakat adat Nagekeo di Pulau Flores, NTT.
Ngoa Ng'i dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai upacara potong gigi. Bagi masyarakat Nagekeo, upacara adat merupakan salah satu ekspresi budaya untuk menjalin hubungan baik dengan Gae Dewa, Tuhan.
Selain itu, masyarakat Nagekeo juga menghormati para leluhur mereka. Masyarakat Nagekeo percaya para leluhur ibarat penghubung antara Tuhan dengan mereka yang masih tinggal di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upacara Potong Gigi Ngoa Ngi'i di Nagekeo
Nagekeo sendiri memiliki dua sub suku dengan dialek atau logat bahasa yang berbeda yakni suku Nage dan suku Keo. Salah satu daerah yang masih mempertahankan upacara adat ini adalah Desa Sawu yang terletak di Kecamatan Mauponggo.
Dikutip dari jurnal artikel ilmiah berjudul Upacara Ngoa Ngi'i di Desa Sawu Kecamatan Mauponggo Kabupaten Nagekeo, tradisi ngoa ngi'i berasal dari dua kata, yaitu ngoa yang artinya potong/meratakan/mengikir dan ngi'i berarti gigi. Jadi, ngoa ngi'i berarti potong gigi.
Pada dasarnya, upacara potong gigi Ngoa Ngi'i biasa dilakukan untuk laki-laki sebagai proses pendewasaan. Sementara itu, upacara tersebut untuk perempuan dilakukan ketika mengandung anak pertama atau saat usia kandungan tujuh bulan. Adapun, proses upacara tersebut dilakukan dengan meratakan gigi dengan cara dikikir.
Proses Upacara Ngoa Ngi'i
Upacara ini diawali dengan prosesi oko utu, yakni berkumpulnya keluarga kedua belah pihak sebagai tanda pemberitahuan sang istri sudah mengandung tujuh bulan. Selain oko utu, terdapat prosesi lainnya yang harus dijalani dalam rangkaian upacara Ngoa Ngi'i, antara lain:
- Prosesi gae be'o yeu yang artinya mengambil pelepah pisang untuk digunakan menaruh segala rabuan dan peralatan saat pelaksanaan ngoa ng'i.
- Prosesi ti'I pati ae berarti memberi makan dan minum atau ritual persembahan untuk Tuhan dan memberi makan kepada leluhur agar upacara berjalan dengan lancar.
- Prosesi gedho sa'o, artinya keluar dari rumah tempat berlangsungnya upacara ini. Upacara ini dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak dan mosalaki.
- Puncak acara ngoa ngi'i, yakni proses gigi akan dipotong/dikikir.
- Upacara ka sama, yakni makan bersama antara kedua belah pihak dan mosalaki nua ola.
- Rangkaian upacara ditutup dengan prosesi dheka bako, yakni ucapan terima kasih dan berpamitan serta saling memaafkan antara kedua belah pihak.
Keluarga di Nagekeo yang tidak melaksanakan upacara ini juga dapat dikenakan sanksi adat. Mereka akan dikucilkan dan tidak lagi tinggal di kampung induk, dan hanya boleh tinggal di pondok atau di luar Desa Sawu.
Selain itu sanksi untuk kedua belah pihak keluarga yang tidak melakukan upacara ini adalah wajib melakukan poke sega kaba atau menyembelih seekor kerbau. Tradisi ini dipercaya untuk menghindari malapetaka atau hal-hal yang tidak diinginkan dan berdampak buruk kepada warga setempat.
Artikel ini ditulis oleh Vincencia Januaria Molo peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(iws/iws)