NTT Kaya Ikan tapi Stunting Tinggi, Mindset Warga Jadi Penyebab

NTT Kaya Ikan tapi Stunting Tinggi, Mindset Warga Jadi Penyebab

Ambrosius Ardin - detikBali
Selasa, 30 Jul 2024 17:03 WIB
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik  Kemenkominfo Usman Kansong di Labuan Bajo, Selasa (30/7/2024). (Ambrosius Ardin)
Foto: Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong di Labuan Bajo, Selasa (30/7/2024). (Ambrosius Ardin/detikBali)
Manggarai Barat -

Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong menilai masalah cara berpikir atau mindset masyarakat menjadi faktor penyebab tingginya kasus stunting di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Tengah. Padahal, laut NTT kaya ikan yang menjadi sumber protein.

NTT adalah provinsi dengan kasus stunting tertinggi kedua di Indonesia. Papua Tengah, provinsi yang baru terbentuk pada 2022, berada di urutan pertama kasus stunting.

Menurut Usman, sumber makanan untuk mencegah stunting tersedia cukup banyak di NTT dan Papua Tengah. Namun warga banyak yang stunting.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa faktor tetapi yang paling utama sesungguhnya adalah cara berpikir atau mindset," kata Usman seusai Sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Forum Lintas Agama di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Selasa (30/7/2024).

"Kalau kita lihat makanan di dua provinsi itu berlebih sebetulnya, tidak kekurangan sayuran, protein, apalagi Labuan Bajo ikan itu bisa kita dapat dengan mudah. Kalau di Papua memang itu yang kebanyakan terkena stunting di daerah pegunungan," lanjut dia.

Usman secara khusus menyoroti NTT yang memiliki wilayah laut yang luas yang menghasilkan ikan sebagai sumber protein. Dengan sumber protein yang mudah didapat, di NTT seharusnya tidak terjadi kasus stunting yang tinggi seperti saat ini.

"Kalau di NTT wilayah laut sangat besar, sumber protein sangat banyak. Keseimbangan gizi bisa dicapai di Nusa Tenggara Timur sebetulnya. Tapi kami menduga ada cara berpikir atau mindset yang perlu kami intervensi, perlu kami edukasi dan sosialisasikan," urai Usman.

Dia membeberkan sejumlah contoh mindset salah yang memicu terjadinya kasus stunting. Ada pandangan yang mengatakan protein bagus adalah daging sapi yang harganya mahal. Padahal sumber protein bisa didapatkan dari ikan lele hingga telur.

"Misalnya begini, ada yang berpendapat bahwa untuk mendapatkan protein yang bagus harus melalui daging sapi yang mahal harganya, daging sapi itu satu kilo bisa di atas Rp 100 ribu. Padahal protein itu bisa kita dapatkan dengan ikan lele yang murah, atau telur yang relatif harganya, turun naik harganya. (Edukasi) itu yang kami lakukan," jelasnya.

Kasus lain, seseorang yang ingin memiliki tubuh langsing tidak mengonsumsi makanan tertentu. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan gizi.

"Ada orang yang dalam pikirannya dalam mindset-nya karena dia ingin langsing maka dia kemudian tidak mengonsumsi makanan tertentu padahal untuk kepentingan kebutuhan gizi yang sangat penting adalah gizi seimbang. Karena itu Kominfo ada program kampanye Isipiringku, nah ini yang terus kami sampaikan kepada masyarakat," kata Usman.

Ada juga yang berpikir urusan mencegah stunting dilakukan saat anak lahir. Padahal pencegahan stunting pada anak harus dilakukan sejak dini, bahkan saat orang tua merencanakan pernikahan.

"Ada juga mindset yang barangkali berpikir masyarakat sudahlah kita selesaikan urusan stunting itu ketika anak sudah lahir. Padahal kita harus melakukan pencegahan itu sejak dini, sejak calon pengantin merencanakan pernikahan. Kesehatannya harus dijaga, orang tua, calon bapaknya kurangi rokok, hentikan rokok misalnya. Ini yang perlu kita ingatkan terus kepada masyarakat," terang Usman.

Kasus stunting di NTT mencapai 37 persen dari jumlah penduduk di daerah tersebut. Jumlah kasus stunting itu melesat jauh dari kasus stunting secara nasional 21 persen. Usman mengatakan ada kesenjangan jumlah kasus stunting antarkabupaten/kota di NTT. Ada daerah yang kasus stuntingnya tinggi. Adapula daerah yang kasus stuntingnya kecil seperti Manggarai Barat. Di Manggarai Barat kasus stunting sudah turun hingga 8,6 persen tahun ini.

"Ada kesenjangan. Tentu berbeda-beda antara kabupaten satu dengan kabupaten lain. Kalau Manggarai Barat relatif sudah baik sebetulnya tapi rara-rata NTT masih tinggi, juara 1. Itu karena ada provinsi baru Papua Tengah sehingga nomor 2 sekarang," tandas Usman.




(hsa/iws)

Hide Ads