Pengamat Hukum Pidana Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Feka, meminta Mabes Polri mengaudit seleksi calon taruna (catar) Akademi Kepolisian (Akpol) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Audit dilakukan secara menyeluruh melihatkan tim eksternal yang berkompeten.
"Perlu dibentuk tim dari Mabes Polri dengan dan pihak eksternal yang kompeten untuk melakukan audit dari tahap awal sampai tahap pengumuman hasil catar," kata Mikael kepada detikBali di Kupang, Selasa (9/7/2024).
Audit seleksi Akpol di NTT perlu dilakukan buntut sebanyak 11 catar yang lulus menuai protes masyarakat. Pasalnya, seleksi catar Akpol di NTT dinilai tidak adil karena kebanyakan yang lulus bukan putra asli daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mikael mengatakan harus diaudit secara menyeluruh untuk menjawab pertanyaan publik yang berpolemik soal kelulusan catar Akpol dari NTT. Audit menjadi langkah yang perlu diambil Mabes Polri guna melihat secara utuh proses dan tahapan seleksi catar Akpol di NTT.
Ada dua kemungkinan yang terjadi jika ditemukan manipulasi data maupun praktik suap dalam seleksi catar Akpol di NTT. Pertama, pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 263 juncto Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Selain itu, kelulusan catar Akpol juga dapat dibatalkan karena didasarkan pada proses yang manipulatif dan/atau koruptif.
Menurut Mikael, slogan Polri Presisi tidak dapat diharapkan jika proses rekrutmen Akpol masih menuai polemik atau pertanyaan besar di tengah masyarakat. Oleh karena itu, tegas Mikael, perlu kontrol para wakil rakyat, baik di pusat maupun daerah, serta masyarakat.
"Negara ini negara hukum yang demokratis, jadi masyarakat perlu berperan aktif dalam segala lini yang berkaitan dengan penegakan hukum. Kalau ada keseriusan dari Kapolri dan dukungan politik dari wakil rakyat, saya yakin polemik ini akan terungkap kebenarannya," ungkap Mikael.
Sebelumnya, seleksi calon taruna Akpol oleh Polda NTT disebut-sebut sarat dengan kecurangan dan nepotisme. Netizen menyoroti dari 11 calon taruna yang lolos seleksi, tak ada warga asli NTT.
Narasi liar berseliweran di media sosial. Sebab, jika dilihat dari nama-nama yang lolos, kebanyakan bermarga Batak atau berasal dari Sumatera Utara (Sumut).
Hal ini juga disoroti Ombudsman RI Perwakilan NTT. Ombudsman menyinggung terkait tidak adanya keadilan sosial dalam kelulusan calon taruna Akpol tersebut.
"Ini bukan soal anak-anak NTT mampu atau tidak mampu bersaing, tetapi lebih kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, hal yang sering diucap Presiden Jokowi untuk membandingkan wilayah Barat dan Timur," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, kepada detikBali, Minggu (7/7/2024).
(iws/dpw)