Kesenian Sasak Jaran Kamput Sambut Pebalap MXGP 2024 di Mataram

Kesenian Sasak Jaran Kamput Sambut Pebalap MXGP 2024 di Mataram

I Wayan Sui Suadnyana, Nathea Citra - detikBali
Jumat, 28 Jun 2024 20:37 WIB
Para pebalap MXGP 2024 disambut kesenian Suku Sasak Jaran Kamput di Teras Udayana, Kota Mataram, NTB, Jumat sore (28/6/2024). (Nathea Citra /detikBali)
Foto: Para pebalap MXGP 2024 disambut kesenian Suku Sasak Jaran Kamput di Teras Udayana, Kota Mataram, NTB, Jumat sore (28/6/2024). (Nathea Citra /detikBali)
Mataram -

Kesenian tradisi Suku Sasak, Jaran Kamput, menyambut kedatangan puluhan pebalap internasional Motocross Grand Prix (MXGP) 2024. Penyambutan dilakukan di Teras Udayana, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Gayanto, warga Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, salah satu yang turut ambil bagian dalam penyambutan puluhan pebalap MXGP 2024. Gayanto bangga bisa ikut serta mengiringi kedatangan puluhan pembalap internasional itu.

"Bangga sekali pastinya, ini pengalaman pertama kami," kata Gayanto kepada detikBali, Jumat sore (28/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pantauan detikBali di Teras Udayana, Gayanto bersama rombongannya mengiringi pembalap dengan kuda kayu atau yang biasa disebut Jaran Kamput oleh warga Lombok. Satu Jaran Kamput membawa satu pembalap dan diangkat empat orang.

"Ternyata berat sekali bule-bule itu, maraq ite angkut padi (seperti kita angkat karung beras)," ucap Gayanto dalam Bahasa Sasak.

ADVERTISEMENT

Walaupun letih, Gayanto mengaku senang, apalagi sempat diajak berbicara oleh pebalap. "Tetapi kami ndak tahu mau jawab apa. Yes, no, yes, no, saja kami jawab," ungkapnya sambil tertawa.

Senada dengan Gayanto, Jaya, yang juga warga Desa Sengkol, mengaku senang bisa ikut menyambut pebalap MXGP 2024. Ini pengalaman pertama bagi Jaya menjadi pengiring Jaran Kamput.

"Apalagi ini skala internasional, pastinya senang sekali," kata pria berusia 21 tahun tersebut kepada detikBali.

Menurut Jaya, membawa pebalap dalam kurun waktu 5 sampai 6 menit sangat melelahkan. "Apalagi kami kan sambil menari, jadi terasa banget beratnya. Puter sana. puter sini, huh capeknya," tuturnya.

Membawa Jaran Kamput ternyata tidak asal-asalan. Ada ritual doa yang harus dilakukan. "Biasanya para tetua yang baca ritual agar kami tidak terlalu capek saat mengangkat orang. Apalagi ini kan bule. Badannya besar dan tinggi, pasti berat," tutupnya.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads