Antisipasi Kemarau Panjang, BPBD NTT Petakan Wilayah Rawan Kekeringan

Antisipasi Kemarau Panjang, BPBD NTT Petakan Wilayah Rawan Kekeringan

I Wayan Sui Suadnyana, Simon Selly - detikBali
Kamis, 30 Mei 2024 15:05 WIB
World Water Day atau Hari Air Sedunia adalah perayaan tahunan yang dilakukan untuk kembali menarik perhatian publik pada pentingnya air bersih dan penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Foto: Ilustrasi kekeringan. (Getty Images)
Kupang -

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur (NTT) memetakan wilayah rawan kekeringan imbas prediksi kemarau panjang. Pemetaan dilakukan seusai pertemuan dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) NTT.

"Setelah dilakukan pertemuan baru dilakukan pemetaan wilayah-wilayah (rawan kekeringan) di NTT," kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD NTT, Cornelis Wadu, kepada detikBali Kamis (30/5/2024).

Cornelis menjelaskan pemetaan potensi rawan kekeringan berdasarkan wilayah-wilayah besar di NTT, baik di Pulau Timor, Sumba, maupun Flores. Menurutnya, daratan Timor yang berpotensi rawan kekeringan, yaitu Kabupaten Kupang, sebagian Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, dan Malaka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Wilayah) itu yang kami genjot untuk teman-teman BPBD kabupaten/kota untuk siap siaga dalam rangka mengantisipasi kemarau panjang," jelasnya.

Kemudian, daerah rawan kekeringan di daratan Sumba, yakni Sumba Timur, Sumba Barat, dan Sumba Tengah. Sedangkan, di daratan Flores, daerah yang rawan kekeringan ada Ende dan Sikka, termasuk Nagekeo.

"Kalau Lembata, Flores Timur, itu tidak terlalu mencolok seperti di Ende dan Sikka. Untuk Ngada kurang (rawan kekeringan). Namun, Nagekeo yang berpotensi kekeringan. Sementara untuk Manggarai tidak terlalu signifikan dampaknya ketimbang kita di daratan Timor," terang Cornelis.

Menurut Cornelis, selain pemetaan, BPBD NTT bersama BPBD kabupaten dan kota telah menggelar rapat langkah mitigasi kemarau panjang yang berdampak di Bali-Nusra sesuai informasi BMKG, "Jadi kami sudah informasi ke teman-teman di BPBD kabupaten/kota untuk dikoordinasikan dengan (dinas) pertanian untuk bisa mengantisipasi musim kemarau nantinya," jelasnya.

"Kalau untuk ketersediaan air di kabupaten/kota itu sudah diupayakan untuk akses sumber air yang lokasinya rawan kekeringan, tetapi sampai saat ini belum ada informasi yang menyatakan bahwa ada masyarakat yang membutuhkan air di tengah kondisi cuaca yang menuju kekeringan ini," tambahnya.

Cornelis mengimbau masyarakat untuk tetap menginformasikan kepada BPBD di wilayah masing-masing bila terjadi kekeringan di sektor pertanian.

"Kami mengimbau kepada masyarakat, bila terjadi kekeringan dan membutuhkan air, maka bisa meminta dukungan kepada pemerintah daerah di masing-masing wilayah, untuk cepat antisipasinya," jelasnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara telah memasuki musim kemarau. Kekeringan diprediksi terjadi dalam waktu lebih panjang.

Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan dilanda hari tanpa hujan (HTH) sepanjang 21 sampai 30 hari. Kemarau juga bisa berlangsung lebih lama.

Analisis curah hujan BMKG juga menunjukkan kondisi kekeringan sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, terutama di bagian selatan Khatulistiwa. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut 19 persen dari zona musim di wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau.

"Diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam tiga dasarian ke depan. Kondisi kekeringan ini saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September," ungkap Dwikorita di Jakarta, Selasa (28/5/2024), dikutip dari detikHealth.




(hsa/hsa)

Hide Ads