Sebanyak sembilan pegawai Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kupang menggeruduk Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (30/5/2024) sekitar pukul 09.20 Wita. Musababnya, mereka menilai surat keputusan (SK) mutasi yang dikeluarkan tidak adil.
Pantauan detikBali, para pegawai itu mendatangi Kanwil Kemenkumham NTT sejak pukul 08.05 Wita. Mereka lalu diarahkan untuk berdialog dengan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham NTT, Maliki. Selain itu, informasi yang dihimpun detikBali, ada salah satu pegawai yang sudah dua bulan gajinya ditahan.
Salah satu pegawai Rutan Kupang, Hendro Thome, menjelaskan alasan mereka melakukan protes SK mutasi. Semuanya berawal dari adanya dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan Kupang. Namun, saat diperiksa, mereka tidak terbukti melakukan pungli.
"Tetapi sayangnya kami dikenakan hukuman disiplin. Sangat miris itu. SK pelanggaran disiplin belum keluar, tetapi tiba-tiba ada SK mutasi. Makanya kami menilai ini diskriminatif sekali," ujar Hendro saat ditemui detikBali di halaman Kanwil Kemenkumham NTT.
Aparatur Sipil Negara (ASN) Rutan Kupang itu menilai seharusnya mereka menjalani hukuman disiplin di kantor tersebut. Mereka baru dimutasi jika kembali melakukan kesalahan. "Secara pribadi, saya siap ditempatkan di mana saja, namanya ASN begitu sudah, tetapi kami hanya butuh keadilan," kata Hendro.
Hendro menambahkan ada sejumlah pegawai yang dinyatakan tidak bersalah saat pemeriksaan. Namun, ketika SK mutasi keluar, nama mereka juga muncul di dalamnya. "Justru ada satu pegawai yang terbukti bersalah, tetapi tidak dimutasi. Makanya kami datang ke sini untuk minta keadilan ke Pak Kadivpas," ungkapnya.
Pegawai lainnya, Jordi Pandie, kaget ketika namanya tercantum dalam SK mutasi itu. Padahal, ia sama sekali tidak mengetahui kesalahan yang dilakukannya.
"Saat itu saya di-BAP sebagai saksi, tetapi saya sama sekali tidak tahu hasilnya seperti apa. SK mutasi keluar saya kaget, saya ada masalah apa sebenarnya," imbuhnya.
Kadivpas Kanwil Kemenkumham NTT, Maliki, mengatakan aksi protes dari sejumlah pegawainya itu berawal saat adanya informasi pungli di Rutan Kupang yang beredar beberapa waktu lalu yang berbuntut mutasi 15 petugas. SK mutasi diterbitkan Kakanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Djone, dengan nomor W22-5429.KP.04.01 pada 28 Mei 2024.
"Pada SK tersebut terdapat 48 orang pegawai yang dimutasikan dengan 15 orang di antaranya adalah pegawai Rutan Kelas IIB Kupang yang sejak awal kasus pungli tersebut merebak telah mendapatkan ancaman akan dimutasikan oleh Marciana," kata Maliki.
Maliki menjelaskan hasil pemeriksaan dari Kepala Rutan Kupang, ada sejumlah pegawai yang terbukti terlibat maupun tidak dalam pungli. Akhirnya, para pegawai merasa dirugikan sehingga mendatangi Kanwil Kemenkumham NTT untuk mengadukan nasibnya.
"Saya akan menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada ibu kakanwil agar meninjau kembali SK yang sudah diterbitkan dan bila perlu dicabut kembali karena saya lihat tidak adanya rasa keadilan," bebernya.
Maliki tak mempermasalahkan perihal aksi komplain dari sejumlah pegawai tersebut. Sebab, itu merupakan hak setiap pegawai bila merasa tidak ada keadilan.
"Kalau melawan tentunya mereka punya landasan yang kuat terkait ketidakadilan. Makanya saya akan sampaikan lagi supaya teman-teman pegawai bisa bekerja dengan nyaman, tenang, dan melayani masyarakat dengan baik. Karena kalau mereka rusuh, diintimidasi, dan diancam mau dipindahkan, maka pasti mereka tidak tenang dalam bekerja," imbuhnya.
Maliki menegaskan dirinya tidak pernah dimintai pertimbangan dan koordinasi terkait kasus tersebut oleh Marciana Dominika Djone.
"Berdasarkan hasil BAP yang telah dilakukan oleh internal Rutan Kupang memutuskan untuk menindak petugas dengan hukuman disiplin ringan 12 orang, satunya mendapatkan hukuman dengan pemotongan tukin (tunjangan kinerja) 25 persen, dan dua orang dinyatakan tidak terlibat," ujarnya.
Maliki menerangkan solusi yang tepat dan strategis dalam kasus itu adalah perbaikan fasilitas layanan komunikasi dan pola pembinaan untuk warga binaan yang berpengaruh kuat pada sistem yang mendukung integritas, disiplin, dan etos kerja para petugas. Hal itu akan menutup celah penyimpangan dan pelanggaran, baik oleh warga binaan maupun petugas.
"Punishment yang tidak tepat sasaran bisa jadi tidak memberikan efek jera. Kami harus pikirkan dampak psikologis yang terjadi pada terapan hukuman yang diberikan kepada petugas. Apalagi sejak awal berdasarkan informasi yang saya terima 15 orang ini telah mendapatkan ancaman mutasi oleh kakanwil," ungkapnya.
Alangkah bijaksananya, kata Maliki, jika memberikan pembinaan kepada petugas harus terlebih dahulu diberikan kepada yang terbukti melakukan pelanggaran. Memberikan kewenangan kepada Kepala Rutan untuk menerapkan putusan hukuman untuk pegawainya terlebih dahulu.
"Warga binaan saja masih diberi kesempatan untuk dibina dengan jenis putusan hukuman yang berjenjang dan perlakuan manusiawi, lantas apakah petugas tidak boleh mendapatkan hak yang sama? Sebagai pemimpin, kami harus memiliki jiwa mengayomi dan memberikan sikap yang baik, elegan, dan layak sebagai role model untuk seluruh jajaran. Tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan hukuman," pungkasnya.
Simak Video "Video: NTT Jadi Pilot Project Program Penurunan Stunting dan Kemiskinan di RI"
(hsa/hsa)