Meriahnya Prosesi Nyenuk Puri Agung Jro Kuta Denpasar

Meriahnya Prosesi Nyenuk Puri Agung Jro Kuta Denpasar

Aryo Mahendro - detikBali
Sabtu, 11 Okt 2025 16:08 WIB
Iring-iringan saat prosesi nyenukΒ dalam rangkaian Karya PadudusanΒ Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto:Β Aryo Mahendro/detikBali)
Iring-iringan saat prosesi nyenukΒ dalam rangkaian Karya PadudusanΒ Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto:Β Aryo Mahendro/detikBali)
Denpasar -

Prosesi nyenuk dalam rangkaian Karya Padudusan Agung Mamungkah Ngenteg Linggih Tawur Balik Sumpah Makrama yang digelar Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, berlangsung meriah dan khidmat. Ritual itu terakhir kali digelar 62 tahun silam.

"Ini merupakan rentetan karya, di mana tiga hari mulai dari sekarang akan diadakan penyineban atau penutup serangkaian semua acara (Karya Padudusan Agung)," kata Ketua Panitia, I Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya, saat ditemui di sela-sela prosesi di Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Sabtu (11/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Manu menjelaskan prosesi Nyenuk melibatkan krama atau warga dari tiga lingkungan, yakni Banjar Balun, Banjar Panti Gede, dan Banjar Belong Gede. Ritual nyenuk dalam tradisi Hindu di Bali merupakan wujud rasa syukur atas lancarnya upacara besar seperti Karya Padudusan Agung.

Rasa syukur itu disimbolkan dengan persembahan berupa banten atau sesajen, hasil bumi, juga dalam bentuk kesenian seperti tembang, tarian, dan gamelan. Pantauan detikBali, iring-iringan warga yang membawa sesaji dan berbagai sarana persembahan itu berangkat dari Puri Agung Jro Kuta.

ADVERTISEMENT

Iring-iringan sepanjang 1 kilometer (km) itu kemudian berjalan dari Jalan Sutomo, Jalan Gambuh, Jalan Setiabudi, Jalan Sri Rama, dan kembali masuk ke puri. Menariknya, mereka mengenakan pakaian adat Bali dengan warna berbeda-beda, yakni merah, kuning, putih, hitam, dan loreng (warna-warni).

"Makna dari iring-iringan itu adalah nyatur desa atau simbol sapaan dari Sang Hyang Ida Bathara atau Tuhan yang menyapa wilayahnya," kata Manu.

Prosesi nyenuk dalam rangkaian Karya Padudusan Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto: Aryo Mahendro/detikBali)Prosesi nyenuk dalam rangkaian Karya Padudusan Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto: Aryo Mahendro/detikBali)

Manu menuturkan iring-iringan peserta nyenuk itu ibaratkan warga yang sedang bertamu membawa berbagai persembahan dan hasil bumi. Iring-iringan yang memakai pakaian warna hitam adalah tamu dari utara. Lalu, iring-iringan berpakaian merah merupakan tamu dari selatan.

Selanjutnya tamu dari timur memakai pakaian putih dan tamu dari barat mengenakan pakaian warna kuning. Warna-warna itu mengikuti konsep arah mata angin dalam konsep Hindu.

Prosesi nyenuk dalam rangkaian Karya Padudusan Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto: Aryo Mahendro/detikBali)Prosesi nyenuk dalam rangkaian Karya Padudusan Agung Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2025). (Foto: Aryo Mahendro/detikBali)

"Mereka ini tamu-tamu pengurip buana yang warnanya merah, hitam, kuning, putih. Mereka bertamu kepada Ida Bathara dengan membawa seserahan (persembahan berupa hasil bumi atau pertanian)," kata Manu.

Setelah berjalan dan kembali tiba di puri, iring-iringan nyenuk disambut oleh penari Dalem Sidakarya. Diiringi tabuhan gamelan dan lagu-lagu bernada riang, peserta nyenuk kemudian berdialog dengan penari topeng itu.

Setelah rangkaian nyenuk itu, prosesi dilanjutkan dengan sembahyang bersama. Para pemedek memohon keselamatan dan mengucapkan syukur atas lancarnya Karya Padudusan Agung.

"Upacara Yadnya atau tulus ikhlas sebagai ucapan terima kasih karena acara (Padudusan Agung) sudah selesai. Juga beberapa hari lalu, Denpasar dilanda banjir besar. Kami juga sudah menggelar upacara besar untuk itu," ujar Manu.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads