Tempat wisata alam (TWA) Menipo dapat menjadi salah satu destinasi yang patut dikunjungi jika sedang berwisata di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Jika beruntung, Anda dapat menyaksikan gerombolan rusa timor di objek wisata yang terletak di Desa Enoraen, Kecamaran Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, itu.
Untuk sampai di TWA Menipo, butuh waktu sekitar 2 jam 45 menit bila ditempuh dengan sepeda motor dari Kota Kupang. Tiba di sana, Anda dapat menyaksikan hamparan mangrove.
TWA Menipo dipisahkan oleh laut. Bila ingin melihat rusa secara langsung, Anda cukup merogoh kocek Rp 50 ribu untuk sewa perahu pergi pulang. Selain rusa, Anda juga dapat melihat babi hutan, ayam hutan, dan kawanan monyet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anda akan dipandu menuju ke sana menggunakan perahu motor untuk menyeberang dengan jarak sekitar 100 meter. Ketika memasuki kawasan rusa, cukup membayar karcis Rp 10 ribu. Anda disarankan berkunjung pada pagi atau sore hari agar bisa menyaksikan satwa-satwa tersebut berkeliaran mencari makanan.
![]() |
Selain itu, TWA Menipo juga menjadi spot untuk berswafoto dan memancing. Jika ingin memancing, Anda harus menyiapkan seluruh peralatannya. Sebab, di TWA Menipo tidak menyediakan alat pemancingan.
Namun, Anda disarankan agar lebih berhati-hati dari serangan buaya. Anda cukup beraktivitas di atas jembatan masuk.
Dari Menifon Menjadi Menipo
Tetua adat Desa Enoraen Kornelis Nati menuturkan Menipo memiliki sebutan asli Menifon yang merupakan pasangan leluhur di Desa Enoraen. Meni berarti pria, sedangkan Fon bermakna perempuan. Seiring berjalannya waktu, sebutan Menifon berubah menjadi Menipo agar mudah diingat dan diucapkan.
"Sebutan sebenarnya itu Menifon karena keduanya merupakan lelulur kami di Desa Enoraen. Tapi belakangan ini sudah berubah menjadi Menipo," tutur pria yang sudah berambut putih itu.
Kornelis menceritakan Meni dan Fon dikenal sebagai pasangan yang sangat menyayangi rusa. Keduanya berhasil memelihara sejumlah rusa hingga jinak dengan keluarganya.
Syahdan, rusa peliharaan Meni dan Fon ditangkap lalu dibunuh oleh warga setempat untuk dikonsumsi. Hal itu membuat Meni marah. Ia lantas berupaya menyelamatkan dua pasang rusa ke kawasan hutan yang kini disebut Hutan Menipo.
"Sehingga upaya Meni menyelamatkan dua pasang rusa ke seberang pantai, akhirnya berhasil selamat dari perburuan warga di zaman dulu hingga berkembang biak sampai saat ini," imbuh pria berusia 54 tahun itu.
Sebagai wujud penghormatan terhadap Meni dan Fon, warga setempat menggelar ritual adat bersama dan meminta izin agar menangkap bisa rusa setiap menjelang Natal. "Sesudah itu baru kami bisa pergi berburu rusa, tapi cukup dua ekor saja. Hasil buruannya kami akan bakar dan makan bersama," tuturnya.
(iws/iws)