Arsitektur bangunan ala kolonial masih berdiri kokoh di sepanjang jalan Kota Tua Ampenan. Bangunan-bangunan bergaya Belanda nampaknya meninggalkan banyak kenangan bagi warga yang bermukim di Kelurahan Ampenan Tengah, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Seperti Muhammad Zaid (69) warga Kelurahan Ampenan Tengah misalnya. Dia masih mengingat jelas kehidupan Kota Tua Ampenan pada tahun 1975 lalu. Bahkan Kota Tua Ampenan pernah menjadi satu-satunya pintu masuk ke pulau Lombok sejak abad 18 hingga abad 19.
Buih ombak Sabtu (23/9/2023) sore di Pesisir Pantai Ampenan pun mengembalikan ingatan Zaid tentang bagaimana kehidupan masa-masa era tahun 1970.
Pada masa itu, cerita Zaid, bangunan-bangunan ala Belanda itu sudah berdiri kokoh di sepanjang jalan menuju pantai Ampenan. Kota Ampenan pernah menjadi kota pelabuhan dan pusat perdagangan pada sekitar tahun 1924 hingga sekitar tahun 1960.
Pada masa itu pemerintah Belanda membangun Pelabuhan Ampenan sebagai akses masuk ke Pulau Lombok.
"Yang tidak berubah adalah bangunan dan buih ombaknya. Di sini dulunya adalah pusat perdagangan dan penyeberangan di Lombok," katanya bercerita mengingat betapa ramainya Kota Ampenan, Sabtu (23/9/2023).
Situasi gemerlap Kota Tua Ampenan juga masih terngiang di ingatan Zulaeha (70). Warga Ampenan Tengah keturunan India-Arab ini bercerita situasi pelabuhan pertama di Pulau Lombok antara tahun 1960 hingga 1970.
Wanita yang lahir tahun 1953 itu mengatakan situasi pantai Ampenan sangat jauh berbeda dengan situasi sekarang. Dulunya banyak rumah nelayan berdiri di tepi pantai di dekat pelabuhan.
Namun, kata Zulaeha, seiring berjalan waktu, rumah-rumah nelayan yang datang dari berbagai daerah itu tergerus abrasi pantai. Bahkan pelabuhan yang dulunya tempat kapal-kapal besar bersandar hanya meninggalkan beton-beton pelabuhan dan mulai lapuk di tepi Pantai Ampenan.
"Dulu ramai rumah di tepi pantai, sekitar 200 meter dari jarak pantai sekarang. Sekarang sudah pindah ke kampung-kampung," katanya.
Jalur Haji Pertama di Lombok
Wanita berdarah India-Arab yang memiliki 13 cucu ini pun mengungkapkan bahwa aroma Kota Tua Ampenan pada masa bulan haji masih tercium.
Dulu, saat momen ibadah haji, banyak warga Arab yang menjajakan wangi-wangian di tepi pantai Ampenan. Bahkan para jemaah haji yang datang dari berbagai daerah di Lombok akan tinggal selama tiga hari tiga malam di Kota Tua Ampenan hanya sekedar menunggu keberangkatan ke Semenanjung Arab.
"Saya masih ingat. Jika zaman haji di Pelabuhan Ampenan ini harum. Banyak warga Arab yang menjual minyak wangi. Saat masa haji di sini ramai dipenuhi jemaah. Karena harus menunggu kapal berangkat dari pelabuhan," katanya.
Wanita yang menetap di Kota Tua Ampenan mengatakan ada dua kapal besar yang membawa jemaah haji dari Kota Tua Ampenan menuju Semenanjung Arab yakni kapal Pasific Abeto (sering disebut Blongko) dan Gunung Djati. Para jemaah akan berlabuh dari Pantai Ampenan ke semenanjung Arab selama 90 hari.
"Jadi kakek saya dulu berhaji lewat Ampenan. Jadi lama dia berlayar dari Lombok ke Arab Saudi sekitar 3 bulan sampai 5 bulan baru pulang. Jadi memang lama dulu orang naik haji," katanya.
Gemerlap kota tua yang mulai meredup. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video "Video: Truk Muatan Pasir Tertabrak KA Mataram di Indramayu"
(dpw/nor)