Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Labuan Bajo mempersoalkan syarat izin operasi dan bebas tunggakan retribusi sampah saat proses perizinan atau clearance out kapal wisata di perairan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat sudah masuk terlalu jauh dalam teknis operasional kapal wisata.
"Izin kelautan secara nasional diatur oleh Ditjen Hubla (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut ) di Kementerian Perhubungan. Kami selaku pelaku seringkali menjadi bingung dengan kebijakan Pemda. Masak Dishub Darat Pemda yang tidak tersertifikasi dan tidak paham kapal mau mengatur soal aturan kapal?" kata Ketua DPC Gahawisri Labuan Bajo Budi Widjaja, Selasa (1/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini diungkapkan Budi saat menanggapi kebijakan Pemkab Manggarai Barat yang mewajibkan kapal wisata di perairan Labuan Bajo memiliki izin operasi berupa Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) dari Dinas Perhubungan setempat. Selain itu, setiap kapal wisata juga wajib membayar retribusi sampah. Pemkab Manggarai Barat meminta Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk memasukkan dua syarat itu dalam clearance out kapal wisata agar bisa menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB).
"Kalau soal retribusi, saran kami silakan Pemda membuat retribusi wisata daerah saja yang tidak tumpang tindih dengan aturan pusat. Perlu diingat juga bahwa membayar retribusi ataupun izin Pemda tidak akan mengurangi risiko kecelakaan kapal," kata Budi.
Sesuai Surat Edaran Ditjen Hubla Kemenhub, kata Budi, semua kapal diharuskan menggunakan inaportnet untuk clearance agar mendapatkan SPB. Inaportnet adalah aplikasi untuk proses clearance out secara online bagi kapal wisata untuk mendapatkan SPB dari KSOP. Dalam aplikasi tersebut, lanjut Budi, tak ada syarat kapal wisata harus mengantongi izin operasi dari Dishub maupun lunas retribusi sampah.
"Bukan tidak setuju, tapi tidak ada aturan tersebut (yang diwajibkan Pemkab Manggarai Barat) yang diatur oleh Kemenhub melalui inaportnet. Kan tidak bisa aturan main tambah-tambah sendiri," ujarnya.
Ia menyarankan Pemkab Manggarai Barat untuk membuat aturan tentang retribusi wisata bahari satu pintu yang sudah mencakup retribusi sampah. "Seperti di Raja Ampat yang menetapkan setiap kapal yang masuk harus membeli tiket atau token per tahun, dan diawasi oleh personel Pemda," tandas Budi.
Sebelumnya, terdapat 738 kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Dari jumlah tersebut, hanya 242 kapal yang mendapat izin operasi dari Dishub Manggarai Barat.
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi pun geram dengan KSOP Labuan Bajo yang tidak menjalankan nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) yang dibuat pada 2021 untuk menertibkan kapal-kapal wisata.
Dalam MoU Pemkab Manggarai Barat dengan KSOP Labuan Bajo itu, jelas Edi Endi, kapal wisata wajib memiliki izin operasi dari Dishub Manggarai Barat dan sudah melunasi retribusi sampah dalam clearance out. Jika salah satu syarat itu tidak dipenuhi, KSOP tak boleh menerbitkan SPB kepada kapal wisata.
Adapun KSOP Labuan Bajo berdalih tak menjalankan MoU tersebut karena tak memiliki data kapal wisata yang belum memiliki izin operasi maupun melunasi retribusi sampah. KSOP Labuan Bajo menyatakan siap menjalankan MoU itu jika Pemkab Manggarai Barat sudah memiliki data kapal terkait persyaratan tersebut.
(iws/gsp)