Populasi komodo di Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami penurunan pada 2022. Jumlah kadal raksasa itu pada tahun lalu mencapai 3.156 ekor, sedangkan pada 2021 terdapat 3.303 komodo.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikus Rani Siga menjelaskan jumlah komodo pada 2022 berkurang. Namun, jumlah itu masih lebih banyak dibandingkan pada 2018 yang hanya terdapat 2.897 komodo. "Pada 2022 populasi komodo menurun," ujarnya di Labuan Bajo, Senin (31/7/2023).
Data BTNK menyebutkan populasi komodo pada 2019 sebanyak 3.022 ekor; 2020 (3.163); dan 2021 (3.303). Hewan buas itu tersebar di lima pulau yang masuk Taman Nasional Komodo yakni Pulau Komodo, Rinca, Padar, Gili Motang, dan Nusa Kode.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hendrikus, populasi komodo naik dan turun bergantung dengan ketersediaan hewan yang menjadi mangsanya. Meningkatnya, jumlah komodo mengakibatkan jumlah mangsa hewan itu berkurang.
Hendrikus justru bersyukur populasi komodo pada 2022 menurun dibandingkan pada 2021. Sebab, jika jumlah ora -sebutan komodo oleh warga setempat- terus meningkat, suatu saat populasi hewan itu akan menurun signifikan karena ketiadaan makanan.
"Kami bersyukur terjadi penurunan karena kalau naik terus bisa terjadi population crash atau persaingan antarkomodo, terjadi saling makan antarmereka" ujar Hendrikus.
36 Orang Diserang Komodo
Sebanyak 36 orang diserang komodo di Taman Nasional Komodo. Dari 36 kasus itu, sebanyak lima korban meninggal dunia.
Hendrikus menerangkan jumlah korban itu terjadi dalam rentang waktu 49 tahun terakhir atau dari 1974-2023. Korban pertama serangan komodo diyakini terjadi pada 1974 atas nama Baron Rudolf Reding von Biberegg, wisatawan asal Swiss. Namun, belum ada bukti yang menunjukkan ia digigit komodo setelah terpencar dari rombongannya dan hingga kini jasad turis itu tidak ditemukan.
Hendrikus menjelaskan dari 36 kasus serangan komodo, hanya dua wisatawan asing yang menjadi korban. Selain Baron, seorang wisatawan asal Singapura juga diserang komodo pada 2017.
Menurut Hendrikus, korban terbanyak adalah warga di Taman Nasional Komodo dan petugas BTNK. Tercatat ada sembilan petugas BTNK yang menjadi korban serangan komodo.
Rincian Serangan Komodo pada Manusia
Berikut rincian 36 kasus serangan komodo dalam waktu hampir setengah abad terakhir.
- 1974-1984 (3 kasus)
Dua korban meninggal dunia yakni Baron dan seorang warga Rinca. Satu korban lainnya mengalami luka sedang.
- 1984-1994 (3 kasus)
Seorang warga Rinca meninggal dunia dan dua korban lainnya mengalami luka ringan.
- 1994-2004 (8 kasus)
Tak ada korban yang meninggal dunia. Dua korban mengalami luka sedang dan enam korban mengalami luka ringan.
- 2004-2014 (15 kasus)
Dua korban meninggal dunia masing-masing warga Pulau Komodo dan Pulau Mesah. Enam korban lainnya mengalami luka sedang dan tujuh korban lainnya mengalami luka ringan.
- 2014 hingga sekarang (7 kasus)
Tak ada korban meninggal dunia. Satu korban mengalami luka berat, lima luka sedang, dan satu luka ringan.
Liur Komodo yang Sarat Bakteri Picu Kematian
Hendrikus mengatakan, bagi Komodo, manusia tak ada bedanya dengan hewan karena sama-sama mangsa kadal raksasa itu. "Ketika ada mangsa yang mendekati, komodo bisa saja menyerang dan menggigit," tuturnya.
Hendrikus mengatakan manusia yang digigit komodo bisa meninggal jika terlambat ditangani tim Medis. Dua faktor utama yang memicu kematian akibat digigit komodo yakni pendarahan yang banyak dan infeksi bakteri.
Air liur komodo, Hendrikus melanjutkan, tak mengandung bisa seperti ular. Namun, air liur ora mengandung banyak bakteri yang bisa menginfeksi makhluk hidup yang digigit komodo.
"Kalau tidak cepat ditangani, bakteri akan berkembang dan menimbulkan infeksi di bekas gigitan baik hewan maupun manusia," ungkap Hendrikus.
(gsp/gsp)