Pelabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan menerapkan sistem satu pintu (one gate system) untuk kapal wisata yang berlayar ke Taman Nasional Komodo dan sekitarnya. Kebijakan tersebut ditempuh lantaran maraknya pengelola kapal wisata yang berlayar tanpa mengantongi surat persetujuan berlayar (SPB) atau izin berlayar dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo.
Pantauan di dermaga Biru Kampung Ujung, Rabu (26/7/2023), terlihat sejumlah wisatawan asing naik sekoci ke kapal pesiar. Terlihat juga turis bersama koper-koper berukuran cukup besar diangkut dari kapal wisata ke dermaga menggunakan sekoci.
Pemandangan tersebut nyaris terlihat setiap hari. Di dermaga itu, turis-turis tersebut berbagi jalan dengan penumpang perahu dari pulau-pulau sekitar Labuan Bajo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Kantor KSOP Labuan Bajo Muhammad Hermawan mengaku prihatin dengan proses embarkasi wisatawan ke kapal wisata di Labuan Bajo. Sebab mereka harus naik sekoci ke kapal wisata.
"Kalau saya amati selama ini dari kacamata saya saya secara pribadi, saya kurang begitu baik, kasian juga para wisatawan harus lompat-lompat dari sekoci satu ke sekoci lain dengan membawa barang dan perlengkapan yang begitu banyak," kata pria yang baru dua bulan bertugas di Labuan Bajo itu.
Ia tak menampik ada banyak titik keberangkatan kapal wisata di Pelabuhan Labuan Bajo, termasuk dermaga privat milik hotel yang disebut dengan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS). Namun, Hermawan tak mempersoalkan kapal wisata berangkat dari dermaga privat milik hotel tersebut sepanjang sesuai prosedur dan izin.
Informasi yang dihimpun, kapal wisata memberangkatkan wisatawan dari setidaknya tujuh titik di kawasan Pelabuhan Labuan Bajo. Titik keberangkatan itu ada yang bersifat privat, yakni dermaga milik sejumlah hotel. Ada empat hotel di Labuan Bajo yang memiliki layanan privat untuk tamunya naik ke kapal wisata.
Sementara tiga titik keberangkatan wisatawan terbuka untuk umum, yakni dermaga KP3 di Waterfront, dermaga biru di kampung ujung, dan pantai Pede. Pantai Pede mulai difungsikan jadi titik baru keberangkatan kapal wisata setelah KTT ASEAN.
Titik-titik keberangkatan itu umumnya jauh dari kantor KSOP yang berada di kawasan pelabuhan Marina Waterfront. Dermaga privat milik salah satu hotel di Labuan Bajo lokasinya sekitar lima kilometer dari kantor KSOP. Hanya dermaga KP3 yang dekat dengan kantor KSOP Labuan Bajo.
Walaupun berangkat dari titik berbeda, namun ada satu hal yang sama, yaitu kapal wisata tidak menjemput tamunya langsung di dermaga. Kapal wisata berlabuh agak jauh dari dermaga. Wisatawan harus naik sekoci ke kapal wisata. Hanya speedboat yang bisa bersandar di dermaga. Waktu tempuh dari dermaga ke kapal wisata bisa hingga lima menit
Seorang wisatawan lokal Rikardus Armin mengaku pernah naik kapal wisata dari dermaga kampung ujung, yang berjarak hampir satu kilometer dari kantor KSOP. Terakhir naik kapal wisata ke Taman Nasional Komodo pada Desember 2022, ia dan wisatawan lainnya diangkut dengan sekoci ke kapal wisata.
"Naik kapal wisata di dermaga Kampung Ujung. Naik sekoci ke kapal," ujar Rikard, Rabu.
Selama ini, kapal wisata berangkat dari lokasi yang berbeda-beda dari Pelabuhan Labuan Bajo sehingga sulit diawasi. Akibatnya, ada kapal wisata yang berangkat tanpa proses clearance out untuk mendapatkan izin berlayar dari. Adapula yang mengangkut penumpang (wisatawan) dengan jumlah yang tak sesuai manifest.
Saat ini, ada sekitar 700-an kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Ratusan kapal wisata yang berlabuh di Pelabuhan Labuan Bajo dalam bentangan jarak sekitar enam kilometer, yakni dari Pantai Pede hingga kawasan perairan Pantai Waecicu. Dalam sehari, 80-100 kapal wisata beroperasi di perairan Labuan Bajo.
Halaman selanjutnya: Penerapan Pelayanan Satu Pintu Perlu Didukung Infrastruktur Pelabuhan...
Penerapan Pelayanan Satu Pintu Perlu Didukung Infrastruktur Pelabuhan
Ketua Gabungan Usaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Labuan Bajo Budi Widjaja turut menanggapi rencana penerapan pelayanan satu pintu (one gate system) untuk kapal wisata yang berlayar ke Taman Nasional Komodo dan sekitarnya. Kebijakan tersebut ditempuh lantaran maraknya ulah pengelola kapal wisata yang berlayar tanpa mengantongi surat persetujuan berlayar (SPB) atau izin berlayar dari Kantor KSOP Labuan Bajo.
Hanya saja, menurut dia, penerapan one gate system itu harus dibarengi dengan kesiapan daya dukung pelabuhan. "Gahawisri Labuan Bajo menyambut baik gagasan tersebut, namun hendaknya gagasan tersebut juga memperhatikan carrying capacity atau daya tampung pelabuhan," kata Budi, Rabu (26/7/2023).
"Karena saat ini saja pelabuhan KP3 sudah sangat crowded atau penuh. Hal ini bisa dilihat setiap paginya dimana penumpang harus melompat dari satu kapal ke kapal lain untuk menyeberang. Hendaknya pelabuhan ini ditingkatkan infrastruktur dan dibenahi pengaturan flow yang lebih baik," lanjut dia.
Menurut dia, one gate system ini sebenarnya sudah diterapkan di Pelabuhan KP3 di Waterfront. Penerapannya tidak maksimal karena tidak didukung infrastruktur pelabuhan yang memadai.
"Sebenarnya program satu pintu ini sudah dijalankan sejak beberapa bulan lalu, jadi bukan hal baru. Namun permasalahan pada pengaturan dan penguatan infrasturktur pelabuhan sampai sekarang masih belum dibenahi," kata Budi.
Ia meminta para pembuat kebijakan untuk turun langsung ke lapangan melihat infrastruktur pendukung pelabuhan. "Hendaknya para pembuat kebijakan untuk turun langsung ke lapangan, tidak hanya berdasarkan informasi tetapi melihat langsung kondisi yang ada. Sehingga kebijakan yang dibuat bukan malah menambah atau membuat resiko permasalah baru," tegasnya.
Menurut dia, titik keberangkatan kapal wisata selama ini memang hanya satu yakni dermaga KP3 di Waterfront. Ia tak menampik muncul titik keberangkatan baru di pelabuhan Labuan Bajo karena dermaga KP3 sudah krodit. Menurut dia, rencana one gate system itu sebenarnya bukan kebijakan baru.
"Untuk saat ini dan sudah berlaku sejak tahun lalu ya hanya di dermaga KP3 tahun lalu semua kapten kapal harus menandatangani surat pernyataan untuk tidak menaikkan penumpang dari dermaga lain selain dermaga KP3. Makanya kami bingung kok sekarang dianggap sebagai aturan baru padahal sejak tahun lalu itu sudah dijalankan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan penerapan one gate system tidak sepenuhnya bisa mengurangi resiko kecelakaan kapal wisata. "Penegakan hukum dan pendidikan kelautan terutama mengenai safety adalah yang seharusnya menjadi prioritas utama," tandasnya.
Kepala Seksi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Labuan Bajo Maxianus Mooy membenarkan dermaga KP3 sempat dijadikan one gate system pelayanan kapal wisata di Labuan Bajo. Namun, tak berjalan efektif karena banyaknya kapal wisata di dermaga yang sama dan menaikkan penumpang pada jam yang sama.
"Bisa bayangkan dalam waktu bersamaan kapal sehari berangkat sampai 100 berada di lokasi yang sama," ungkap Maxianus.
Simak Video "Video: Kebakaran Bengkel Motor di Labuan Bajo, Kerugian Mencapai Rp 6 M"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/nor)