Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau proyek smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang yang tengah dikerjakan PT Amman Mineral Industri (AMIN) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (20/6/2023). Hasilnya, progres pembangunan mencapai 51,63 persen.
"Saya ingin memastikan bahwa progresnya sesuai dengan perencanaan dan selesai pada pertengahan tahun depan," ujar Jokowi dalam keterangan resminya, Selasa.
Jokowi menegaskan smelter akan membantu hilirisasi industri guna terwujudnya industri hilir pertambangan yang bisa bermanfaat bagi perekonomian nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, progres pembangunan smelter 51,63 persen berbeda dengan yang diklaim Gubernur NTB Zulkieflimansyah yang disebutnya sudah mencapai 59 persen. Namun, progres yang diungkap Jokowi berdasarkan hasil verifikasi oleh verifikator independen. "Insya Allah pertengahan 2024 sudah selesai (smelter)," kata Jokowi.
Presiden Direktur AMIN Rachmat Makkasau menjelaskan smelter yang dibangunnya memiliki kapasitas 900 ribu ton konsentrat tembaga per tahun. Menurut dia, proyek strategis nasional itu diupayakan tuntas sesuai target, yaitu Mei 2024.
"Kami telah memberikan paparan kepada Bapak Presiden bahwa saat ini Amman Mineral Industri sedang mengejar target penyelesaian konstruksi smelter sesuai batasan peraturan perundang-undangan, yaitu akhir Mei 2024," terang Rachmat.
Adapun, kendala yang dihadapinya, yaitu saat pandemi pada 2020-2022, terhambatnya laju fabrikasi instrumen smelter di luar negeri.
Sementara itu, progres smelter 51,63 persen merupakan bukti komitmen dalam mendukung agenda hilirisasi industri pertambangan yang tertuang dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Dari sisi konstruksi, pemasangan tiang pancang untuk bangunan utama smelter telah selesai seluruhnya. Berbagai alat berat dan struktur dasar bangunan pun telah rampung pada akhir Februari lalu, dan saat ini mulai dilakukan instalasi dua bulan setelahnya.
Selanjutnya, untuk pengadaan barang sudah mencapai 50 persen. Sedangkan, serapan biaya secara teoritis untuk proyek tembus lebih dari 507,53 juta dolar AS dari total investasi sebesar 982,99 juta dolar AS.
Perhitungan tersebut, sambung Rachmat, sesuai dengan realisasi serapan anggaran untuk konstruksi smelter, meliputi pembangunan fisik dan pembelian peralatan, serta mesin untuk operasional. "Jadi Pak Presiden berharap agar turunan dari katoda tembaga yang dihasilkan, juga industrialisasi," ungkapnya.
Rachmat juga mengingatkan saat pembangunan smelter rampung dan siap memproduksi hasil tambang, baik nikel, tembaga, bauksit, maupun timah, agar dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri.
Sekadar catatan, kontribusi sektor pertambangan cukup besar, di mana AMMAN mengeklaim menjadi penyumbang terbesarnya. Yaitu 82 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Sumbawa Barat atau 17,3 persen terhadap PDRB NTB.
Saat ini, Rachmat menambahkan, lebih dari 17 ribu karyawan bekerja di situs Batu Hijau untuk operasional pertambangan dan proyek pengembangan lainnya. Serapan tenaga kerja AMMAN dan mitra bisnisnya yang berasal dari warga lokal Sumbawa Barat dan NTB mencapai hampir 75 persen.
"Kami akan terus berinovasi untuk menjadi lebih produktif dan efisien. Produksi tembaga dari tambang Batu Hijau akan menjadi komoditas yang sangat penting perannya untuk mendukung teknologi energi bersih, seperti komponen baterai kendaraan listrik," tutupnya.
(BIR/iws)