Andreas Wiliam Sanda (21), korban penganiayaan tiga anggota TNI Angkatan Laut (AL) yang bertugas di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Maumere, dilaporkan ke Polres Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pemuda asal Dusun Waturia, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka ini dilaporkan melakukan tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur pada Senin (29/5/2023) atau dua hari setelah dirinya dianiaya tiga anggota TNI AL. Korban berusia 17 tahun dengan inisial MAJ.
"Pada Senin 29 Mei 2023 pukul 17.00 Wita telah datang ke Ruang SPKT Polres Sikka, seorang perempuan atas nama Ratna melaporkan tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur," kata Kasi Humas Polres Sikka AKP Margono dalam keterangannya, Rabu (31/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Margono menjelaskan Andreas dan MAJ menjalin hubungan asmara sejak Oktober 2021. Pada Juni 2022, keduanya melakukan hubungan badan pertama kali di rumah kakak Andreas.
"Terlapor merayu dan membujuk korban untuk berhubungan badan layak suami istri dan terlapor berjanji akan bertanggung jawab sehingga korban mau atas rayuan dan bujukan terlapor," jelas Margono.
Selama menjalin hubungan asmara, Andreas dan MAJ sudah sering melakukan hubungan badan. Terakhir kali dilakukan pada 21 April 2023. "Atas kejadian tersebut korban menceritakan peristiwa tersebut kepada pelapor dan datang ke SPKT Polres Sikka untuk diproses selanjutnya," kata Margono.
Penganiayaan Andreas oleh tiga anggota TNI AL berawal dari kondisi MAJ yang telat haid dua bulan. Awalnya Andreas mendapat pesan WhatsApp dari MAJ yang menyampaikan ia telat dua bulan.
Andreas mendatangi MAJ. Baru bertemu, ayah perempuan itu datang dan menganiaya Andreas. Ayah MAJ menendang dan memukul Andreas menggunakan helm.
Andreas mulanya akan dibawa ke Polres Sikka. Namun, ayah MAJ membawa pria berusia 21 tahun itu ke rumah MAJ. Ayah MAJ memanggil anggota Lanal Maumere ke rumahnya. "Ketiga (anggota) Lanal tersebut langsung melancarkan penganiayaan di dalam rumah," jelas Apolonaris Ratu, paman Andreas.
Apolonaris menerangkan dari tiga prajurit yang menganiaya Andreas, satu orang berpakaian seragam lengkap. Keponakannya tersebut dipukul dengan popor senjata dan dipaksa telanjang bulat. Apolonaris mengungkapkan para serdadu tersebut memaksa Andreas mengolesi kemaluannya dengan balsam.
"Mereka mengambil balsam dan memaksa korban untuk gosok di kemaluan sampai bengkak," ungkap Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Waturia tersebut.
Andreas, Apolonaris melanjutkan, juga diminta menjilat darah yang tercecer akibat pukulan popor senjata. "Darah yang keluar dari mulut dan mata korban dibersihkan oleh korban dengan menjilat," ujarnya.
(hsa/nor)