Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Maumere Kolonel Laut (P) Ady Dharmawan tak ingin masalah penganiayaan Andreas Wiliam Sanda oleh tiga anggota TNI Angkatan Laut (AL) makin meruncing. Ady berjanji Lanal Maumere akan melindungi Andreas dari teror atau intimidasi pihak manapun.
"Kami harap masalah ini jangan semakin meruncing dan Lanal siap menjaga korban dari intimidasi atau teror dari siapapun," tegas Ady dalam keterangan persnya saat mengunjungi Andreas dan keluarganya di kediaman mereka di Dusun Watuwoga Desa Waturia Bukit Kecamata Magepanda Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ady tak menginginkan ada oknum atau instansi tertentu yang memperkeruh masalah penganiayaan oleh anggotanya terhadap Andreas. "Saya hanya menyampaikan dari kejadian ini, yang dikhawatirkan ada saja orang atau instansi yang memanfaatkan situasi dengan memperkeruh suasana," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayah Andreas, Gregorius Sanda, mengapresiasi Danlanal Maumere memberi jaminan keamanan kepada Andreas dan keluarga. "Terima kasih sekali kepada Bapak Danlanal yang memastikan jaminan keamanan bagi keluarga kami," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, tiga prajurit TNI AL yang bertugas di Lanal Maumere menganiaya Andreas, Sabtu (27/5/2023). Awalnya Andreas mendapat pesan WhatsApp dari mantan pacarnya berinisial MAJ yang menyampaikan ia telat haid dua bulan.
Andreas mendatangi MAJ. Baru bertemu, ayah perempuan itu datang dan menganiaya Andreas. Ayah MAJ menendang dan memukul Andreas menggunakan helm.
Andreas mulanya akan dibawa ke Polres Sikka. Namun, ayah MAJ membawa pria berusia 21 tahun itu ke rumah MAJ. Ayah MAJ memanggil anggota Lanal Maumere ke rumahnya. "Ketiga (anggota) Lanal tersebut langsung melancarkan penganiayaan di dalam rumah," jelas Apolonaris Ratu, paman Andreas.
Apolonaris menerangkan dari tiga prajurit yang menganiaya Andreas, satu orang berpakaian seragam lengkap. Keponakannya tersebut dipukul dengan popor senjata dan dipaksa telanjang bulat. Apolonaris mengungkapkan para serdadu tersebut memaksa Andreas mengolesi kemaluannya dengan balsam.
"Mereka mengambil balsem dan memaksa korban untuk gosok di kemaluan sampai bengkak," ungkap Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Waturia tersebut.
Andreas, Apolonaris melanjutkan, juga diminta menjilat darah yang tercecer akibat pukulan popor senjata. "Darah yang keluar dari mulut dan mata korban dibersihkan oleh korban dengan menjilat," ujarnya.
(hsa/gsp)