"Gegara kebijakan itu, kita ditertawakan seluruh dunia. Harusnya pendapat pakar pendidikan dan pakar perkembangan anak menjadi rujukan bersama. Ini seperti mimpi malam, lalu besok terapkan. Anak-anak bukan kelinci percobaan," kata Daton saat dikonfirmasi detikBali, Minggu (19/3/2023) malam.
Di sisi lain, Daton mengakui kebijakan masuk sekolah sebelum matahari terbit yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT itu sejauh ini belum ditemukan adanya maladministrasi. "Kami masih sebatas koordinasi dengan instansi terkait untuk mencegah maladministrasi lebih lanjut," imbuhnya.
Meski begitu, laporan yang diterima Ombudsman terkait kebijakan itu masih diverifikasi oleh tim penerima. Jika persyaratan secara formal dan materiil sudah lengkap, sambung Daton, maka akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan.
"Pada tahap pemeriksaan inilah baru bisa kami tahu apakah ada maladministrasi atau tidak," ujarnya.
Darius mengaku telah berkomunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut. Bila hasil komunikasi tersebut tidak dilaksanakan, maka Ombudsman akan menindaklanjutinya ke tahap pemeriksaan.
"Ya kami lanjutkan ke tahap pemeriksaan. Kami sejauh ini baru dengan langkah pencegahan berupa koordinasi dan rapat lintas Kementerian pada 2 Maret," jelasnya.
Darius berharap kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita tidak dilanjutkan lagi setelah evaluasi lanjutan. "Kami berharap tidak dilanjutkan setelah evaluasi tanggal 27 Maret karena hasil rekomendasi baru bisa dikeluarkan setelah pemeriksaan selesai ya," tandasnya.
Sebelumnya, Daton mengaku telah menyampaikan keluhan para orang tua siswa kepada tim Komnas HAM terkait pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 05.30 Wita. Menurut Daton, kebijakan tersebut tak hanya memberatkan siswa, tetapi juga guru dan orang tua.
(iws/gsp)