Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai kebijakan masuk sekolah yang terlalu pagi di Jawa Barat (Jabar) di luar kelaziman internasional. Rata-rata di negara lain, masuk sekolah dimulai pukul 07.30 hingga 8.30 pagi.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan pada pukul enam pagi tidak memiliki dasar kajian.
"Oleh sebab itu kami berharap ada kajian terlebih dahulu untuk penerapan KBM pukul enam pagi," ucapnya melalui keterangan yang diterima Selasa (3/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengusulkan jam masuk sekolah dimulai pukul 06.00 WIB. Namun, Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, akhirnya mengumumkan jam belajar dimulai pukul 06.30 WIB.
Iman menyoroti, bahwa kebijakan KDM seharusnya belajar dari provinsi NTT pada 2023 lalu. Provinsi NTT pernah mencoba menerapkan kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 pagi, tapi setelah uji coba dan evaluasi di sekolah lalu direvisi menjadi pukul 05.30 pagi. Pada akhirnya kembali menerapkan masuk sekolah pukul 07.00 pagi setelah melakukan evaluasi komprehensif termasuk mendengarkan masukan berbagai pihak.
"Kita harus belajar dari NTT, jangan sampai kebijakan pendidikan coba-coba dan akhirnya kembali seperti sedia kali. Sebaiknya hati-hati dan kaji dulu," ungkap Iman.
Kebijakan Pendidikan Seharusnya Berbasis Bukti dan Penelitian
Koordinator P2G, Satriawan Salim, mengatakan bahwa yang menjadi sorotan bukan jamnya saja, melainkan kebijakan yang tidak terencana. Ia tidak setuju jika sistem pendidikan, guru, dan siswa dijadikan upaya percobaan kebijakan.
"Mau jam berapa pun kalau idenya spontan, nggak terencana dan sistematis dalam kebijakan pendidikan, hasilnya akan tidak berdampak- kualitas pendidikan tak akan membaik," katanya kepada detikEdu, Selasa (3/6/2025).
"Jangan jadikan sistem pendidikan, guru, dan anak sebagai upaya trial and error kebijakan yang tidak matang, tidak evidence based policy dan tidak research based policy," imbuhnya.
Selama ini, berbagai riset atau kajian ilmiah telah mengaitkan jam masuk sekolah terlalu pagi dengan kurangnya waktu tidur anak. Menurut penelitian, dampak negatif kurang tidur bisa membuat anak akan sulit berkonsentrasi, penurunan daya ingat, gangguan metabolisme tubuh, sarapan bisa terlewatkan, kelelahan, kecemasan, bahkan penurunan prestasi akademik.
Agar anak-anak mendapatkan kualitas hidup dan kesehatan prima, perlu mencukupi jam tidur ideal secara medis yakni sekitar 8-10 jam (usia 13-18 tahun) dan 9-12 jam (usia 6-12 tahun).
Ini kenapa banyak negara maju memiliki jam masuk sekolah yang lebih siang. Di Malaysia, China, dan sebagian Amerika Serikat, rata-rata masuk sekolah sekitar 07.30 pagi.
Di India, Inggris, Rusia, Kanada, dan Korea Selatan, jam masuk sekolah pukul 08.00 pagi. Sementara di Singapura, Jepang, dan sebagian Amerika Serikat masuk pukul 08.30 pagi. Semuanya dengan skema belajar 5 hari atau Senin-Jumat.
Iman menilai, penerapan jam masuk sekolah lebih pagi akan banyak kesulitan dalam implementasi. Mulai dari akses ke sekolah yang jauh dari rumah siswa dan guru hingga ketidaktersediaan kendaraan umum pada pagi buta.
Hal ini belum ditambah risiko keamanan bagi siswa dalam keberangkatan, karena kondisi jalan sepi atau langit masih gelap. Guru dan orang tua siswa juga merasa lebih terbebani karena harus menyiapkan sarapan dan bekal lebih awal.
"Guru dan siswa yang rumahnya jauh harus bangun lebih pagi lagi. Malah sarapan pada jam sahur. Ini tentu saja sangat tidak berkeadilan," ujar Iman, yang juga seorang guru Madrasah.
Banyak Masalah Pendidikan di Jabar yang Perlu Diperhatikan KDM
P2G memahami bahwa tujuan KDM membuat kebijakan jam masuk sekolah yakni agar anak tidak malas, bersemangat ke sekolah, dan gemar belajar. Namun, itu semua tidak langsung berkorelasi satu sama lain.
Menurut Iman, membangun kualitas pembelajaran itu terletak dalam ekosistem pembelajaran di sekolah hingga pola asuh di rumah. Selain itu, juga faktor bagaimana guru mampu membangun ruang belajar berkualitas, aman, nyaman, sehat, dialogis, konstruktif, dan berpusat pada peserta didik.
"Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah," katanya.
Sementara itu, data menunjukkan bahwa tantangan pendidikan di Jawa Barat cukup berat. Anak tidak sekolah di Jabar mencapai 623.288 anak, dengan 164.631 anak di antaranya dropout. Jawa Barat, bahkan berada di urutan pertama nasional angka putus sekolah di jenjang SD (data Kemdikdasmen 2024).
"Masih banyak persoalan pendidikan yang harus diurus oleh KDM di Jawa Barat. Misal, ada sekitar 22 ribu ruang kelas rusak berat dan 59 ribu kelas rusak sedang di Jawa Barat. Guru di Jawa Barat yang sudah disertifikasi angkanya di bawah 40%. Artinya separuh guru di Jawa Barat dianggap belum profesional di atas kertas (NPD, 2023)," ungkap Iman.
P2G menilai kebijakan pendidikan oleh KDM masih rapuh secara konseptual dan rentan untuk berubah secara drastis karena tidak kuat.
"Kebijakan pendidikannya lebih banyak didasarkan pada ide spontanitas, bukan yang terencana dan sistematis sebagaimana konsep dasar pendidikan itu sendiri," tuturnya.
(faz/nwk)