Bantuan Sembako Cegah Stunting di Manggarai Barat Disorot

Bantuan Sembako Cegah Stunting di Manggarai Barat Disorot

Ambrosius Ardin - detikBali
Senin, 19 Des 2022 17:46 WIB
Babys foot With the hands of older adults
Ilustrasi stunting (Foto: Getty Images/iStockphoto/Aree Thaisagul)
Manggarai Barat - Yayasan 1000 Cita Bangsa (1000 Days Fund) yang bergerak di bidang pencegahan stunting, menyoroti bantuan sembako oleh pemerintah desa kepada balita stunting di Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Bantuan itu dinilai tak efektif dan justru menyuburkan kasus stunting alih-alih menekannya.

Field Officer Yayasan 1000 Cita Bangsa Kabupaten Manggarai Barat Saverinus Matul mengatakan, bantuan sembako yang diserahkan kepada orang tua balita stuntung justru mempersulit usaha menekan kasus stunting di Manggarai Barat. Sebab, masih ada orangtua yang tidak memanfaatkan dengan baik bantuan itu untuk pemulihan anaknya yang stunting.

"Kebiasaan kita orang Indonesia yang masih sering mengharapkan bantuan dari pemerintah. Mereka tidak melakukan apa-apa terhadap si anaknya yang stunting karena takut akses bantuannya hilang. Ini menurut kami salah satu penyebab juga kenapa angka stunting di Manggarai Barat ini cenderung stabil bahkan naik," kata Saverinus di Labuan Bajo, Senin (19/12/2022)

Ia menjelaskan, orang tua yang anaknya stunting mendapatkan akses bantuan pemulihan berupa sembako dari pemerintah desa dan pemberian makanan tambahan (PMT) dari Dinas Kesehatan. Selama anak itu stunting, maka akses bantuan itu tetap diberikan meskipun secara ekonomi orang tuanya mampu.

"Selama anaknya stunting mereka diberikan bantuan oleh pemerintah untuk memberikan pemulihan kepada anak itu. Tetapi tidak semua orang tua yang anaknya stunting memanfaatkan bantuan pemerintah itu untuk pemulihan anaknya. Jadi, bantuan itu percuma diberikan karena mereka tidak melakukan apa-apa," ujar Saverinus.

"Jadi menurut kami sistem penyaluran bantuan ini keliru," lanjut dia.

Saverinus memberi contoh bantuan yang dibagikan ke rumah-rumah keluarga balita stunting itu tak efektif memulihkan kondisi gizi kronis pada balita. Beda dengan PMT yang diberikan di pos gizi desa yang disediakan oleh tenaga kesehatan dan kader posyandu, hasilnya bagus.

Menurutnya, balita stunting yang diberi PMT pagi, siang dan malam selama 1-3 bulan, mengalami perubahan. Berat dan tinggi badannya bertambah. Namun, saat PMT tidak lagi diberikan di pos gizi, kondisi balita stunting itu kembali menurun. Sama seperti PMT, sembako yang dibagikan adalah telur, kacang hingga susu.

Beri Reward

Pihaknya menyarankan pemerintah agar memberikan reward atau penghargaan kepada orang tua yang berkomitmen untuk memberikan pola asuh terbaik kepada anaknya, untuk mencegah stunting. Komitmen itu menurutnya sudah ditunjukkan orang tua sejak sang ibu hamil hingga anaknya lahir.

"Sistemnya memberikan penghargaan kepada mereka yang berkomitmen memberikan yang terbaik terhadap anaknya lewat pola asuh yang baik dan benar. Mereka itu yang diberikan penghargaan. Jadi syarat untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah adalah anaknya terbebas dari stunting," kata Saverinus.

Dengan cara demikian, menurut dia, orang tua akan berlomba-lomba melakukan yang terbaik agar anaknya terbebas dari stunting sehingga bisa dapat penghargaan. "Kalau skema yang sekarang menurut kami keliru dan cendrung dimanfaatkan oleh orang tua agar akses bantuan itu terus berjalan tetapi tidak melakukan sesuatu agar kondisi anaknya mengalami perubahan, dari tadinya stunting menjadi baik. Konsepnya pencegahan, bukan pemulihan," pungkas dia.

Wakil Bupati Manggarai Barat dr Yulianus Weng mengatakan, salah satu upaya menekan kasus balita stunting yang akan dilakukan adalah dengan membentuk pos gizi di masing-masing desa. PMT tidak lagi dibagikan ke rumah orang tua yang memiliki anak stunting, tapi dipusatkan di pos gizi. PTM yang dibagikan ke rumah tidak efektif untuk pemenuhan gizi balita stunting.

"Dimasak oleh kader kesehatan di desa, ibu-ibu itu nanti bawa anaknya untuk makan. Tidak lagi kasi PMT, misalnya 1 bulan kasi telur langsung 30 butir. Harapannya telur ini dimakan anaknya tiap hari 1 butir. Yang terjadi 1 minggu atau 5 hari sudah habis, yang makan bukan hanya dia, masa ibunya tega kasi anaknya satu, yang lain tidak, misalnya dia punya anak 2-3 orang. Ada tamu tambah lagi masaknya," jelas dr Weng.


(iws/dpra)

Hide Ads