Dirut RSUD Komodo Ngaku Kelelahan Usai Diperiksa Dugaan Korupsi Jaspel

Manggarai Barat

Dirut RSUD Komodo Ngaku Kelelahan Usai Diperiksa Dugaan Korupsi Jaspel

Ambrosius Ardin - detikBali
Selasa, 22 Nov 2022 19:51 WIB
Ruang Tipidkor Satreskrim Polres Manggarai Barat, tempat Dirut RSUD Komodo diperiksa Selasa (22/11/2022).
Ruang Tipidkor Satreskrim Polres Manggarai Barat, tempat Dirut RSUD Komodo diperiksa terkait dugaan korupsi jaspel COVID-19, Selasa (22/11/2022). Foto: Istimewa
Manggarai Barat - Dirut RSUD Komodo dr. Maria Yosephina Melinda Gampar mengaku kelelahan usai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam terkait dugaan korupsi jaspel COVID-19. Ia diperiksa penyidik dari Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Manggarai Barat, Selasa (22/11/2022).

Pemeriksaan kedua terhadap dr. Melinda ini dugaan penyimpangan dana jasa pelayanan (jaspel) COVID-19 yang tidak dibayarkan kepada tenaga kesehatan (nakes) RSUD Komodo tahun 2020-2021.

Pemeriksaan dimulai pukul 09.00 Wita hingga 17.00 Wita, dengan waktu istirahat makan siang satu jam. Selama pemeriksaan, sejumlah penyidik terlihat beberapa kali keluar masuk ruang pemeriksaan.

Demikian juga dua orang staf dr. Melinda, beberapa kali terlihat keluar masuk ruang pemeriksaan membawa sejumlah berkas. Usai pemeriksaan, dr Melinda mengaku kelelahan. "Saya su capek," ujarnya singkat.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung relatif lama itu, dr. Melinda mengaku hanya mendapat 12 pertanyaan terkait penggunaan dana COVID-19. Namun ia tak menjelaskan lebih jauh materi pemeriksaan terhadap dirinya. "Terkait penggunaan dana COVID-19 untuk operasional rumah sakit," katanya.

Wakil Kapolres Manggarai Barat Kompol Sepuh A.I Siregar mengatakan, pemeriksaan terhadap dr. Melinda baru sebatas pengumpulan bahan keterangan, baik klarifikasi maupun pengecekan dokumen. "Bagaimana hasilnya, apabila kami sudah mendapatkan data yang lengkap, pasti akan kami buka," katanya.

Ia mengaku belum ada dokumen yang disita dari dr. Melinda. Ia juga belum bisa menyimpulkan ada atau tidak indikasi korupsi dalam kasus ini. "Belum bisa menyimpulkan ke arah sana, masih mengumpulkan dokumen," katanya.

Untuk diketahui, polemik jaspel COVID-19 ini bergulir ketika para nakes RSUD Komodo berani bersuara secara terbuka menuntut Pemkab Manggarai Barat membayar hak mereka setelah hampir setahun menanti. Seminggu lalu, puluhan nakes RSUD Komodo geruduk kantor bupati untuk menuntut pembayaran jaspel COVID-19 tahun 2020-2021.

Sumber uang pembayaran jaspel COVID-19 itu sudah dicairkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada akhir Desember 2021, sebesar Rp 32 miliar. Uang itu adalah pembayaran atas klaim penggantian biaya pembayaran pasien COVID-19 yang diajukan RSUD Komodo tahun 2020 dan 2021. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/5673/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien COVID-19. Salah satu item penggunaan uang itu adalah untuk jasa pelayanan.

Kementerian Kesehatan mentransfer uang itu dalam dua tahap ke rekening RSUD Komodo. Selanjutnya, karena RSUD Komodo masih berstatus UPTD di bawah Dinas Kesehatan Manggarai Barat, uang itu disetorkan semuanya ke kas daerah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sebagai retribusi dari rumah sakit tersebut. Ini sama halnya dengan uang yang diterima RSUD Komodo atas klaim pembayaran pasien BPJS dan pasien umum, diserahkan semuanya ke kas daerah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Dalam hitung-hitungan nakes RSUD Komodo, jaspel yang seharusnya mereka terima dari Pemkab Manggarai Barat sebesar Rp 18 miliar atau 60 persen dari Rp 32 miliar yang diberikan Kementerian Kesehatan. Sisanya Rp 14 miliar atau 40 persen sebagai jasa sarana masuk ke kas daerah.

Penghitungan ini mengacu pada Perda Manggarai Barat tentang Retribusi Pelayanan Jasa Kesehatan, sebagaimana yang menjadi dasar hukum pembagian jasa pelayanan umum dan jasa pelayanan pasien BPJS yang diterima RSUD Komodo selama ini.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menolak membayar jaspel COVID-19 tersebut setelah mendapat petunjuk dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTT, Jumat (18/11/2022). Alasan sebelumnya selama hampir setahun terakhir, uang itu tak bisa dibayarkan karena tak ada dasar hukumnya.


(irb/hsa)

Hide Ads