Sampah plastik ditemukan di sepanjang 50 meter garis pesisir Pantai Loang Baloq, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari ratusan kilogram sampah yang didata, kebanyakan dari sampah sachet kemasan makanan dan sedotan berbagai jenis.
Semua sampah itu dikumpulkan oleh Komunitas Greenpeace Indonesia dan dilakukan brand audit extended producer responsibility (EPR) terkait manajemen pembuangan produk pasca-konsumsi sampah di Mataram.
Corporate Plastic Campaign Project Lead Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengatakan, kegiatan brand audit sampah di Pantai Loang Baloq Mataram itu bertujuan menentukan jumlah produksi terbanyak yang dibuang ke sungai yang bermuara di Loang Baloq Mataram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total 100 kilogram sampah plastik berbagai merek berhasil dikumpulkan. Sampah tersebut dikumpulkan oleh sekitar 40 orang aktivis lingkungan, termasuk siswa dan mahasiswa di Kota Mataram.
"Kebanyakan sachet kemasan sekali pakai dari beberapa perusahaan produsen. Kami kira warga memilih sampah dibuang dan berakhir di laut. Banyak sampah yang ditemukan yang proses daur ulangnya lama dan butuh biaya," kata Ibrar ditemui detikBali, di Mataram, Sabtu siang (29/10/2022).
Dari 100 kilogram sampah yang berhasil dikumpulkan nantinya akan didata sesuai produk pengeluaran kemasan di Pantai Loang Baloq. Dari pendataan sementara, brand audit merek sampah di Pantai Loang Baloq cukup beragam.
"Gerakan brand audit ini hasilnya akan kita kumpulkan di tiap-tiap daerah. Baik Bali, Surabaya, Jakarta dan NTB. Jadi mana brand yang mendominasi kita belum bisa memastikan karena masih didata," kata Ibrar.
Menurut Ibrar, kebanyakan sampah yang terbuang dan bermuara di pesisir Pantai Loang Baloq itu merupakan kemasan sachet minuman dan kemasan rumah tangga. "Semua umumnya bermerek. Ada juga sedotan 1.000 buah berbagai warna dan styrofoam. Nanti semua sampah ini akan didata per item," katanya.
Setelah dilakukan pendataan, Greenpeace Indonesia akan memberikan masukan serta rekomendasi melalui media sosial kepada produsen yang mengeluarkan sachet kemasan terbanyak di beberapa daerah di Indonesia.
"Bicara produsen, sebenarnya masyarakat tidak tanggung jawab melakukan daur ulang sampah ini. Nah kami mau bagaimana yang punya kemasan itu sesuai dengan Permen LHK nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah harusnya didaur ulang kan oleh produsen," ujarnya.
Beri Masukan ke Wali Kota
Maraknya sampah sachet yang ditemukan terbuang begitu saja ke pantai Kota Mataram seharusnya bisa membuka mata pemerintah Kota Mataram. Persoalannya, banyak sampah yang terbuang tidak didaur ulang. Dia pun menyarankan ke Pemkot Mataram untuk membuat Perwali tentang penggunaan take bag saat berbelanja di mini market Kota Mataram.
"Jadi konsumen bisa pakai kantong sendiri. Ini bisa saja dilakukan di tingkat kecamatan, bahkan tingkat kota. Bisa dilakukan pemilahan sebelum dibuang ke TPA," kata Ibrar.
Pasalnya, dari laporan The World Bank bertajuk Plastic Waste Discharges from Rivers and Coastlines in Indonesia yang dirilis pada 2021 mencatat, Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Laporan itu juga memperkirakan ada 346,5 ribu ton/tahun sampah plastik yang dibuang ke laut.
Tahun 2019, Greenpeace Indonesia melakukan audit merek terbesar yang dilakukan di delapan kota di Indonesia, yaitu Tangerang (Banten), Pekanbaru (Riau), Padang (Sumatera Barat), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta, Makassar (Sulawesi Selatan) dan Bali.
Hasil dari audit merek tersebut menunjukkan tiga produsen penghasil sampah kemasan plastik terbanyak yaitu Indofood, Orang Tua, dan Mayora. "Kami tahu. UU nomor 18 tahun 2008 sudah sangat jelas menjelaskan bahwa produsen harus bertanggung jawab atas kemasannya," pungkas Ibrar.
(irb/hsa)