Situs Boro Bata di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu situs pusat penelitian dan penggalian oleh tim Arkeologi Bali. Berdasarkan hasil galian, ditemukan beberapa barang bukti yang menyebutkan bahwa tempat itu merupakan tempat pemujaan kepada roh suci jauh sebelum pengaruh islam masuk dan menjadi pusat kekuasataan kesultanan Dompu.
Situs Dorobata yang terletak di Kelurahan Kandai Satu, Kecamatan Dompu ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Bali pada tahun 1989. Saat itu Almarhum Dr Hasan Muarif Ambary sebagai ketua tom dan berakhir pada bulan Juni tahun 2021 lalu.
"Hingga saat ini penelitian Arkeologi oleh Balai Arkeologi Bali di Situs Dorobata sudah berlangsung selama 19 kali. Penelitian pertama berlangsung pada Tahun 1989 dan Penelitian Terakhir pada sekitar Juni Tahun 2021," kata Kasi Seni dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dompu, Dedi Arsyik, pada detikBali Sabtu (17/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip pernyataan Hasan Muarif Ambary, Dedi menuturkan penelitian Situs Doro Bata diawali dengan survey penelitian Islam di Nusa Tenggara Barat pada Tahun 1978 oleh tim pusat penelitian Arkeologi nasional dan Balai Arkeologi Bali.
"Situs Doro Bata waktu itu mendapat perhatian peneliti karena kepercayaan masyarakat setempat. Bahwa di atas bukit Dorobata terdapat lubang yang mengandung keistimewaan yakni masyarakat percaya bahwa air yang keluar dari lubang tersebut sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit dan sebagainya," tutur Dedi.
Mantan Lurah Kandai Satu itu mengatakan, dari hasil survey tim tersebut, ada sebuah lubang yang dibuat pada batuan bukit. Batuan itu menyerupai Yoni namun belum disimpulkan apakah lubang itu adalah sebuah Yoni. Yoni merupakan lapik lingga berbentuk kubus dengan cerat di salah satu sisinya, yang berfungsi sebagai penyalur air pembasuh arca atau lingga.
"Lubang ini bentuk permukaannya segi empat dan bundar bagian tengah ke bawah. Dan sekitar lubang terdapat batu berbentuk silinder," ujarnya.
Pada Tahun 1989 dan 1991 Balai Arkeologi Bali melakukan penelitian pertama dan kedua di Situs Doro Bata. Tim peneliti berkesimpulan bahwa bangunan di situs Doro Bata berbentuk teras berundak yang merupakan konsep dari budaya tradisi prasejarah, dari bentuk tersebut dijadikan sebagai media pemujaan kekuatan alam dan roh suci leluhur.
"Kemudian setelah mendapatkan pengaruh hindu budha, bangunan diduga dijadikan sebagai tempat pemujaan kepada para dewa dan roh suci leluhur. Ketika mendapatkan pengaruh islam, Doro Bata dijadikan sebagai pusat kekuasaan Kesultanan Dompu. Kesimpulan ini masih berlangsung hingga saat ini," ungkap Dedi.
Doro Bata memiliki seperti bukit yang saat ini berada tepat pada pertengahan perkampungan warga, posisinya berada pada sebuah cekungan. Sepintas situs ini terlihat seperti sebuah dataran dengan luas 1551,84 meter persegi.
"Dulu bukit ini sebelum adanya perkampungan penduduk situs menyatu dengan daerah aliran sungai laju, sungai silo dan sunga sori soa," ujarnya.
Dihimpun dari beberapa kali ekskavasi, terdapat beberapa temuan, seperti tanah lempung pasir berwarna coklat, susunan batu bata berukuran besar ada yang tersusun rapi, ada juga yang sudah berserakan.
Selain itu ditemukan juga kreweng (pecahan benda yang terbuat dari tanah liat atau tembikar) fragmen perunggu, pecahan gerabah, fragmen batu pipisan, fragmen keramik yang memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Ada juga temuan berupa pasir yang bercampur kerikil dan batu apung.
Pada penelitian dan ekskavasi tahun 2010-2011, tim menemukan jirat (bangunan berbentuk persegi panjang yang dibuat di atas permukaan tanah bekas liang kubur), nisan polos dan nisan berhias.
Tim mengindikasikan bahwa situs ini juga dimanfaatkan sebagai tempat penguburan. Di samping itu adanya jirat dan nisan itu menjadi indikator terjadinya perubahan kepercayaan dari masa pra islam ke masa islam," pungkasnyanya.
(nor/nor)











































