Mugni alias M (31), oknum guru yang juga tersangka pelecehan seksual terhadap 6 (enam) siswi di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, NTB mengaku hanya memegang paha siswinya saat mengajar.
"Saya tidak pegang dada. Hanya bagian paha," kata Mugni usai diamankan polisi, Senin (22/8/2022).
Oknum guru yang masih berstatus sebagai honor dan aktif sebagai operator di salah satu sekolah dasar negeri (SDN) di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara itu faktanya memiliki seorang istri dan dua orang anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah punya dua anak. Saya menyesal sekarang," kata Mugni.
Selain itu, Mugni juga mengakui kerap melancarkan aksi pelecehan kepada enam orang siswinya tersebut saat kegiatan belajar mengajar di dalam ruang kelas.
Dia juga bercerita bahwa pertama kali dilaporkan pada tahun 2021 lalu sempat mendapatkan teguran pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Utara.
"Dulu sempat dipanggil sama guru-guru dan kepala sekolah. Saya juga diingatkan bahwa saya itu punya anak," kata Mugni.
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual, kini Mugni mengaku menyesali perbuatannya. "Saya menyesal. Saya ingat kalau punya anak," tukas Mugni.
Oknum Guru Honorer Tersangka Pelecehan Dipecat
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Lombok Utara Pathur Rahman mengaku bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap siswi SD sudah dikeluarkan alias dipecat dari sekolah.
"Kabarnya sudah keluarkan setelah ada laporan masuk ke Kabid PPA di Dinas Sosial," singkat Pathur Rahman.
Kini, Mugni ditahan sebagai tersangka pelecehan enam siswi di tempat pelaku mengajar di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, NTB.
Sedangkan terkaitdugaan adanya korban lain, pihak kepolisian Resor (Polres) Lombok Utara akan melakukan pengembangan.
"Selain tersangka, kami juga sudah amankan barang bukti seragam sekolah milik korban," ungkap Kapolres Lombok Utara AKBP I Wayan Sudarmanta.
Atas perbuatannya, Mugni dijerat pasal berlapis. Pertama diancam Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Selain itu, tersangka juga diancam dan dijerat Pasal 6 huruf (a) juncto Pasal 4 ayat (1) huruf (b) Undang-uUdang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman hukuman pidana 4 tahun penjara.
(dpra/dpra)