Kasus Kekerasan Seksual terhadap Mahasiswi Tak Hanya Sekali di NTB

Kekerasan Seksual di Kampus

Kasus Kekerasan Seksual terhadap Mahasiswi Tak Hanya Sekali di NTB

Ni Made Lastri Karsiani Putri, Faruk Nickyrawi - detikBali
Minggu, 19 Jun 2022 17:03 WIB
Poster
Ilustrasi - Kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi bukan kasus pertama kalinya di NTB. Juli 2020 silam, kasus serupa juga pernah terjadi. (Foto: Edi Wahyono)
Mataram -

Kasus kekerasan seksual yang dialami seorang mahasiswi di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan publik. Terlebih, terduga pelakunya merupakan seorang staf di kampus STKIP Bima. Kasus kekerasan seksual yang mencoreng instansi pendidikan itu ternyata bukan kasus pertama kalinya di NTB.

Dua tahun lalu, kasus serupa juga pernah terjadi. Ketika itu, seorang mahasiswi menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang dosen di lingkungan Universitas Mataram (Unram). Kasus tersebut terjadi pada Juli 2020.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mangandar, Yan Mangandar Putra membenarkan hal tersebut. Bahkan, lembaganya turut mengawal dan melakukan pendampingan hukum bersama koalisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) lainnya di NTB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau yang langsung saya tangani ada dua terkait kampus. Yang satunya dosen kena sanksi etik skor ngajar dan satu lagi pelakunya mahasiswa," ungkapnya kepada detikBali, Minggu (19/6/2022).

Yan menjelaskan, kasus pelecehan yang dilakukan oknum dosen tersebut menimpa seorang mahasiswi semester akhir. Dosen tersebut diketahui merupakan dosen pembing korban saat kuliah. Kasus kekerasan seksual itu terjadi ketika korban sedang bimbingan skripsi di sebuah ruangan.

ADVERTISEMENT

Yan menyangkan, kasus yang dikawalnya itu tidak berlanjut pada meja hijau. Kasus yang mencoreng lembaga pendidikan itu justru diselesaikan di internal kampus.

"Iya, tapi hanya sampai sanksi etik. Tidak dilanjutkan ke proses pidana karena atas keinginan korban," ulasnya.

Informasi yang dihimpun detikBali, kasus pelecehan seksual di kampus Unram itu menyebabkan sang dosen diskorsing menjadi dosen selama lima tahun. Selain itu, pelaku juga diberhentikan sebagai Sekretaris di Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Unram.

Antisipasi Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan

Terpisah, dosen Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana (Unud), I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani, menjabarkan beberapa hal untuk mengantisipasi kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Termasuk salah satunya dengan membuat regulasi terkait teknis bimbingan untuk mahasiswa.

"Misalnya dosen minta bimbingan di rumah pribadi dan kita tahu dosen ini belum menikah. Ketika kita datang kondisi rumah agak gelap dan sepi, itu lebih baik tidak dilanjutkan. Lalu, misalnya saja diajak untuk bimbingan di kampus jam 6 atau 7 sore, itu kan sekuriti atau cleaning service sudah berkurang jumlahnya, lebih baik untuk tidak menerima, mengiyakan, atau menyetujui ajakan-ajakan yang mengarah ke arah sana," kata Budisetyani kepada detikBali, Minggu (19/6/2022).

Budisetyani menjelaskan, ketika telah terjadi kekerasan seksual, korban harus berani melaporkan hal tersebut. ia mengatakan, korban perlu berani buka suara baik secara verbal maupun tertulis.

"Speak up juga tidak selalu harus bicara atau verbal langsung. Korban bisa menulis surat dan mengirim kepada teman atau orang terdekatnya sebagai pertanda. Karena kalau kita sebagai korban tidak mau berbicara atau memberikan petunjuk, orang lain pun tidak akan tahu dan tidak bisa menolong. Jangan malu dan nggak usah takut," sarannya.

Selain itu, teman terdekat korban juga jangan sampai menyepelekan atau menertawakan korban ketika menceritakan apa yang ia alami. Demikian pula orang tua diharapkan tanggap dan peka terhadap perubahan perilaku anak.

"Dengarkan sekecil apapun keluhan atau pun cerita korban," tambahnya.

Ia menyebut kasus kekerasan seksual harus diselesaikan sampai tuntas. Sebab, tidak menutup kemungkinan nantinya korbanakan bertambah di waktu mendatang.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads