Kasus getok harga kembali terjadi di Pusat Kuliner Seafood Kampung Ujung, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Terbaru sejumlah bos travel agent dari sejumlah daerah di Indonesia menjadi korban getok harga di sana.
Mereka berada di Labuan Bajo menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) VI Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo). Adapun, rombongan yang makan berjumlah 20 orang lebih. Mereka digetok Rp 16 juta termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Pada akhirnya mereka hanya membayar Rp 11 juta setelah protes getok harga tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rp 16 juta berikut PPN, akhirnya karena kami minta dihitung ulang, ditimbang ulang, diturunkan sampai Rp 11 juta ya, itu kan preseden yang kurang baik," ungkap Ketua Umum Astindo, Pauline Suharno, di Labuan Bajo, Selasa (28/10/2025).
Peristiwa itu terjadi pada Senin (27/10/2025) malam. Selain menyoroti getok harga, Pauline juga menyoroti tagihannya dalam nota yang ditulis tangan. Sehingga PPN pun ditulis tangan. Dia pun mempertanyakan apa benar PPN 10 persen itu disetorkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat.
"Ditulis tangan seperti itu kan kami nggak tau PPN-nya lari ke mana. Kami taat pajak tapi kami mau membayar pajak ketika pajak itu memang disetorkan sebagaimana mestinya," tegas Pauline.
Menurut dia, harga cukup tinggi itu seharusnya hanya untuk wisatawan mancanegara. "Wajar untuk memberikan harga yang agak tinggi untuk wisatawan mancanegara tapi kami ini wisatawan lokal lho, jangan diperlakukan sama dengan wisatawan mancanegara," ujarnya.
Beruntung, saat itu, para agen travel tidak ada yang membawa tamu. "Kebetulan kami teman-teman travel agen, tapi kalau misalkan tamu yang datang di situ dikira travelnya getok, dikira travel agent ambil komisi, kasihan teman-teman (travel agent) lokal nantinya dianggapnya teman-teman lokal yang tidak profesional," jelas Pauline.
Kasus getok harga di Pusat Kuliner Kampung Ujung ini, dia berujar, pernah terjadi di Bali zaman dulu. Pemilik restoran yang getok harga itu pada akhirnya ditinggalkan wisatawan.
"Ini kan kayak Bali zaman dulu. Bali itu dulu digetok buat turis sehingga turis bilang oh ternyata mahal ya harga di sini, udahlah nggak usah ke sana mendingan kita pergi ke tempat lain yang tidak getok harga, yang memperlakukan setiap manusia dari manapun harganya itu sama," ungkap Pauline.
Manajemen Restoran
Ia mengakui makanan di Pusat Kuliner Kampung Ujung itu enak. Namun manajemen restorannya buruk. Selain getok harga, pelayananya juga disorot. "Akhirnya membuat orang untuk kapok datang ke sana," ujar dia.
"Kalau perorangan mungkin oke datang ke situ tapi kalau ketika kita kunjungan rombongan kemarin 30 orang ya itu mereka langsung kalang kabut. Makanannya keluarnya nggak beraturan, minuman gak keluar-keluar kurang lebih seperti itu," beber Pauline.
Menurut dia, pedagang di Pusat Kuliner Kampung Ujung perlu diberikan pelatihan manajemen restoran. Seperti cara dan alur pemesanan seperti apa, cara timbangan yang harus transparan, dan lainnya. Harga harus transparan, diketahui tamu sebelum makanan disajikan.
Menurut Pauline, mereka tidak diinformasikan harga makanan sebelum disajikan. Seharusnya diberi tahu harganya saat memilih ikan dan menu lainnya.
"Ketika kita pilih oh saya mau ikan yang itu, ikan itu ditimbang di depan kita ini ya, angkanya sekian, totalnya sekian, harga per gramnya sekian. Ini kan yang tidak disampaikan kepada kita. Tahu begitu sampai di meja kita udah makan, ikannya habis makannya Rp 300 ribu, Rp 600 ribu," jelas Pauline.
"Kami makan kemarin 20-an orang lebih hampir 30 orang itu disuruh bayar Rp 16 juta, Rp 14 juta tambah PPN 10 persen," kata Pauline.
Heboh kasus getok harga di Pusat Kuliner Kampung Ujung juga sempat terjadi pada Juni 2024. Sorang wisatawan yang menjadi korban getok harga membagikan video pengalamannya ke media sosial. Kasus getok harga itu pun viral di media sosial.
(hsa/hsa)











































