Brem, minuman beralkohol tradisional terbuat dari fermentasi beras ketan putih dan hitam khas Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Minum yang dulunya dianggap sebagai jamu ini kini diperjualbelikan, meski belum legal.
Dari dapur sederhana berdinding bambu, Atriadi, warga Desa Anyar, Kecamatan Bayan, memproduksi brem. Proses pembuatan brem tidak bisa dilakukan setiap saat. Ada waktu terbaik untuk membuat minuman yang sering dikonsumsi masyarakat Bayan itu.
Menurut pria berusia 28 tahun itu, pembuatan brem paling bagus dilakukan pada Mei, Juni, hingga Juli. Sebab pada bulan-bulan tersebut suhu di Kecamatan Bayan tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah.
"Jadi dibuat di musim kemarau sampai musim penghujan," kata Atriadi, Kamis (19/9/2024).
Brem khas Bayan memiliki beberapa varian rasa. Ada rasa pahit kecut, kecut, kecut manis, manis, dan pahit.
"Kualitas rasa tergantung lama fermentasi yang dilakukan," tambahnya.
Warna minuman brem juga tergantung pada jenis ketan dan jenis tape yang digunakan. Warna brem juga dipengaruhi oleh waktu fermentasi.
"Semakin lama fermentasi semakin jernih hasilnya dan rasanya semakin enak. Mengurangi rasa kecut," ungkap Atriadi.
Ada 11 langkah dalam membuat brem. Pertama, Atriadi menyiapkan botok atau beras ketan putih sekitar 50 kilogram (kg). Beras ketan putih tersebut kemudian dicuci menggunakan air dicampur kapur sirih.
Setelah bersih, beras ketan putih dikukus selama 30 menit. Setelah dikukus, beras ketan putih diletakkan ke dalam ember atau bak plastik lalu ditutup menggunakan karung putih bersih di bagian atas dengan rapat.
Setelah itu taburi beras ketan putih dengan bubuk tape. Ember berisi beras ketan putih disimpan di dalam ruangan dengan suhu steril selama dua hari.
Selanjutnya, air ketan kemudian disaring menggunakan karung penutup. Setelah disaring, ketan yang sudah tidak berair ditambahkan air bersih secukupnya sesuai yang diinginkan selama 3 hari 3 malam.
Ketan lalu dipisahkan dengan air dengan cara disaring kembali untuk proses fermentasi. Terakhir, hasil air saringan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam jeriken atau botol sesuai kebutuhan selama proses fermentasi dalam waktu yang ditentukan, bisa satu hingga enam bulan lamanya.
Penjualan Brem Laris Manis
Inak Sapta (45), salah satu penjual sekaligus pembuat brem khas Bayan mengaku selama dua hari acara Mulud Adat, penjualan brem laris manis. Sapta mampu menjual 12 hingga 20 botol brem setiap harinya.
"Harganya bervariasi tergantung kualitas dan lama fermentasinya," kata Sapta, Kamis.
Harga per botol dengan isi 1,5 liter brem mulai dari Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu. Harga Rp 70 ribu tersebut adalah brem dengan lama fermentasi 1 hingga 3 bulan. Sedangkan Rp 100 ribu adalah brem dengan lama fermentasi 4 hingga 6 bulan.
"Semakin lama semakin mahal," sebut Sapta.
Selama perayaan Maulid Adat di Desa Bayan, Sapta mampu mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 2 juta dari penjualan brem. Ada pun modal pembuatan brem mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 5 juta.
"Satu kwintal (100 kilogram) beras ketan itu modalnya Rp 3 juta. Dari satu kwintal itu bisa jadi 12 jeriken ukuran 10 liter. Satu jeriken jadi tujuh botol ukuran 1,5 liter. Jadi satu kwintal itu bisa jadi 84 botol," jelas Sapta.
Simak Video "Penampakan Gedung Shelter Tsunami di NTB yang Mangkrak dan Diperiksa KPK"
(nor/nor)