Lawar sapi masakan Rimen Odah Jaran (90) sudah melegenda dan jadi favorit warga Denpasar, sejak tahun 70-an. Warung yang berlokasi di Jalan Tukad Nyali Nomor 15, Denpasar, itu sangat cocok untuk makan siang.
"Kebanyakan, orang-orang makan di sini. Ada juga yang minta dibungkus," kata Wayan Sumarni (46), menantu Odah Jaran, ditemui detikBali di Denpasar, Minggu (11/8/2024).
Warung Odah Jaran cukup mudah ditemui. Yakni pujasera di sebelah Lapangan Letda Made Pica.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikBali mampir dan mencoba masakan lawar sapi putih Odah Jaran. Secara umum, rasanya tidak mengecewakan.
Seporsi lawar sapi dan es teh dibanderol Rp 25 ribu. Dalam satu piring, selain nasi, ada sambal olahan merica hitam, daging sapi yang diolah khas lawar, kerupuk rambak, jeroan usus yang digoreng, dan usus sapi atau serapah yang direbus dengan darah sapi.
Hanya, cita rasa daging sapinya kurang terasa. Sensasi pedas dari bumbu merica yang cukup dominan meski belum diberi sambal seolah mengaburkan rasa sapinya.
"Di sini ada dua lawar sapi. Lawar sapi putih dan lawar sapi merah. Yang merah itu pakai darah sapi mentah yang direbus," kata Sumarni
Sumarni mengatakan sejak tahun 70-an, mertuanya berjualan lawar sapi di Pantai Sanur. Lalu, sempat pindah ke Bali Beach. Kemudian, pada 2019, warung Odah Jaran pindah ke Jalan Tukad Nyali.
![]() |
Selama berjualan, Odah Jaran dibantu anak atau keponakannya. Semua bahan makanan dimasak di rumahnya di Jalan WR Supratman lalu dibawa ke warung. Baru dua tahun lalu Odah Jaran memutuskan pensiun.
"Bu Odah Jaran sudah pensiun dua tahun lalu. Sudah tua. Usianya sudah 90 lebih. Hanya ikut menemani saja di sini. Yang masak dan jualan kami keluarganya. Itu ada keponakan, anaknya (Odah Jaran) dan suaminya," tutur Sumarni.
Selama berjualan lawar sapi, warungnya tidak buka lebih dari tiga jam. Buka mulai pukul 10.00 Wita hingga pukul 13.00 Wita. Terkadang, dagangannya sudah habis sebelum pukul 13.00 Wita.
"Kalau buka pagi kami nggak bisa. Kami harus bikin nasi lawarnya dulu. Bukanya juga cuma sampai siang. Ini saja (belum jam 1 siang) sudah habis," kata Sumarni.
Lawar sapi merah dan putih sama-sama jadi favorit pelanggannya. Dalam sehari, Sumarni mampu menjual sekira 50 porsi. Mayoritas, pelanggannya memilih makan di warungnya.
Agung Putra (40), pelanggan dari Denpasar, mengaku suka dengan masakan lawar sapi buatan Odah Jaran. Meski tidak tiap hari, dirinya sering makan siang di warung itu.
"Tidak setiap hari, tapi sering makan di sini bersama istri saya," kata Agung.
![]() |
Menurutnya, cita rasa lawar sapi Odah Jaran sudah melegenda. Tidak berubah sejak 1970. Rasa daging sapi, jeroan, dan sambal yang menurutnya paling khas dan tidak pernah berubah.
"Artinya, jeroannya, lawarnya, dan sambalnya, kalau digabungkan jadi satu memiliki taste tersendiri," katanya.
![]() |
(nor/gsp)