Mahariam Taher (60) dan Baharia Lamado (57) menjajakan jagung titi di Pasar Inpres Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (2/6/2024) sore. Langit tampak teduh, sedikit lagi gelap datang.
Beberapa jagung titi terbungkus rapi di hadapan kedua perempuan berhijab itu. Mereka biasanya berjualan di dekat pintu masuk pasar. Sebagian jagung titi pulut atau jagung warna putih diletakkan di tempayan agak besar untuk dijual dengan harga enceran.
"Jagung titi pulut yang sudah kering diberi air sedikit, dikeringkan lagi. Subuh (pukul 05.00 Wita-07.00 Wita), kami bangun baru dititi di atas batu," ujar Baharia Lamado kepada detikBali, Minggu (2/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jagung titi merupakan makanan khas asal Flores Timur, Lembata, dan Alor. Camilan ini memiliki sensasi kriuk dan rasanya garing.
Baharia mengungkapkan proses pengolahan jagung titi tidak begitu rumit dan tidak memakan waktu yang lama. Bulir jagung yang diluruhkan, kata dia, dipanaskan pada periuk tanah.
![]() |
Setelah itu, adonan tersebut diaduk-aduk hingga setengah matang. Jagung itu kemudian diambil sedikit demi sedikit dan dititi di atas batu hingga memipih. Jagung titi pun siap disajikan dan dinikmati. Rasanya renyah dan garing.
Mahariam mengatakan batu yang digunakan untuk meniti bulir jagung mereka cari di pesisir pantai Desa Watanhura, Kecamatan Solor Timur. "Letaknya lumayan jauh dari desa tempat tinggal kami," kata Mahariam menambahkan.
Penganan tradisional ini juga dapat ditemukan di pesisir Pasar Senja Larantuka. Harganya juga terjangkau, mulai dari Rp 10 ribu per kantong.
Sementara itu, Helena Kolong (50), warga Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, menyebut harga jagung titi di wilayahnya kian melejit. Sebab, curah hujan yang tidak menentu mengakibatkan panen jagung juga berkurang.
Menurut Helena, jagung titi kerap dibeli untuk disajikan saat pesta atau hajatan tertentu. Itulah sebabnya banyak warga yang membeli jagung titi dalam jumlah besar.
(iws/hsa)