Ahli Pidana Sebut Penyiksaan Prada Lucky Masuk Pembunuhan Berencana

Ahli Pidana Sebut Penyiksaan Prada Lucky Masuk Pembunuhan Berencana

Yufengki Bria - detikBali
Selasa, 18 Nov 2025 12:46 WIB
Ahli hukum pidana, Deddy Manafe, saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT, Selasa (18/11/2025).
Foto: Ahli hukum pidana, Deddy Manafe, saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT, Selasa (18/11/2025). (Yufengki Bria/detikBali)
Kupang -

Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Deddy Manafe, diperiksa sebagai ahli dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Sidang digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (18/11/2025).

Deddy menjelaskan sesuai konstruksi kasus, pilihannya harus masuk ke dalam Pasal 339 KUHP mengenai pembunuhan yang didahului, disertai, atau diikuti tindak pidana lain. Kemudian kalau mereka datang itu sudah mempersiapkan alat-alat untuk menyiksa korban, maka jelas masuk dalam pembunuhan berencana, yaitu Pasal 340 KUHP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam Pasal 339 KUHP ancaman terberatnya adalah penjara seumur hidup. Sedangkan di Pasal 340 KUHP, maka pidana mati. Saya tidak tahu fakta di lapangan seperti apa, tapi konstruksi teorinya," ujar Deddy menjawab pertanyaan Oditur Letkol Yusdiharto didampingi Letkol Alex Panjaitan dan Mayor satu oditur lainnya, Selasa.

Ahli hukum pidana itu mengungkapkan kalau penganiayaan biasa yang berakibat luka, gradasinya harus naik menjadi penganiayaan berat. Jika penganiayaan berat, gradasinya menjadi kematian itu disebut penyiksaan.

ADVERTISEMENT

"Penyiksaan lagi, tidak lagi penyiksaan biasa, tapi pembunuhan karena mempersiapkan alat-alat untuk menyakiti disebut pemmbunuhan berencana. Itulah tindak pidana paling puncak yang dikenal dengan hukum pidana," jelas Deddy.

Ia menyebut perbuatan para terdakwa ketika dilihat dari sudut pandang tindakannya, maka itu tindakan yang berdiri sendiri. Sebab, satu sama lain tidak saling tahu.

"Justru yang tahu adalah orang yang menguasai si A dan si B. Nah, terhadap orang yang menguasai ini, pertama kalau dia menyentuh mereka, maka dia melakukan tindakan nyata. Tetapi kalau dia membiarkan yang lain-lain secara bergiliran menyentuh, tetap kena Pasal 132 KHUP Militer mengenai membiarkan atau mengizinkan," kata Deddy.

Apabila dilihat dari rangkaian perbuatan itu, Deddy berujar, semua dalam pertanggung jawaban terdakwa satu dan dua. Kemudian kalau terdakwa ke tiga sampai ke-10 disebut perbuatan secara bergiliran.

"Karena itu perbuatan mereka menjadi satu rangkaian dalam tanggung jawab terdakwa satu dan dua. Sehingga dalam ajaran hukum pidana, terdakwa satu dan dua bisa dimintai pertanggung jawaban dia masuk ke Pasal 64 KUHP mengenai perbuatan berlanjut yang kait mengait karena korban maupun tempat sama, cuman waktunya yang berbeda," terang Deddy.

"Terhadap terdakwa satu dan seterusnya itu disebut tindakan yang berdiri sendiri. Tetapi kalau terdakwa tiga dan empat melakukan tindakan lalu dilanjutkan oleh terdakwa lima dan seterusnya, itu memperburuk kondisi korban hingga alami luka berat," lanjut Deddy.

Menurut Deddy, perbuatan para terdakwa yang mengakibatkan luka, itu dikenakan Pasal 131 Ayat (2) KUHP Militer. Kemudian kalau memperburuk tempat itu dikenakan Pasal 131 Ayat (3) KUHP Militer.

"Apalagi ada penyiksaan seksual. Kemudian penyiksaan tambah penyiksaan tidak bisa lagi disebut penyiksaan tapi gradasinya harus naik dan masuk ke pembunuhan," pungkas Deddy.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads