Jaksa Penuntut Umum (JPU) membantah telah membuat surat dakwaan berdasarkan imajinasi atau asumsi terhadap Ipda I Gde Aris Chandra Widianto, salah satu terdakwa pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi.
"Surat dakwaan telah kami susun secara cermat, sistematis, dengan fakta-fakta yang diuraikan dalam dakwaan memenuhi unsur-unsur tindak pidana," kata Ahmad Budi Muklish, perwakilan JPU membacakan tanggapan atas nota keberatan dari I Gde Aris Chandra, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa (10/11/2025).
Terdakwa dalam nota keberatannya, salah satu yang dipersoalkan ialah Pasal 359 KUHP yang disangkakan raib dalam dakwaan.
Menurut JPU, Pasal 359 KUHP awal yang digunakan untuk menetapkan I Gde Aris Chandra sebagai tersangka hingga ditahan, bukanlah hasil kesimpulan akhir. Melainkan, Pasal 338 KUHP, 354 ayat (2) KUHP, 351 ayat (3) KUHP dan Pasal 221 KUHP yang diterapkan dalam dakwaan merupakan proses akhir penyidikan.
"(Dakwaan) tentunya telah disusun secara hati-hati, cermat, profesional dan melalui proses pra penuntutan dari perkembangan hasil penyidikan secara mendalam sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan. Bukti yang berhasil ditemukan oleh penyidik yang dituangkan dalam laporan hasil penyidikan atau barang bukti," urai Mukhlis.
Menurut jaksa, hasil penyidikan menyimpulkan kematian anggota Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda NTB itu bukan semata karena kelalaian yang dibuat terdakwa I Gde Aris Chandra yang tidak menyuruh korban berhenti dan pulang ke hotel. Melainkan I Gde Aris Chandra telah memukul korban, meskipun tidak mengakuinya.
"Ditemukan fakta hukum dalam proses penyidikan, bahwa terjadi perbuatan terdakwa secara aktif dan memukuli korban meskipun sampai saat ini terdakwa tidak mengakui perbuatannya tersebut. Namun, tentunya bagi penyidik dan penuntut umum, telah memiliki cukup alat bukti perbuatan terdakwa tersebut. Sehingga berkas perkara penyidikan tersebut dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut dan layak untuk dilimpahkan kejaksaan penuntut," terang Mukhlis memerinci.
Dakwaan terhadap terdakwa Aris tidak disusun secara serampangan dan berdasarkan fakta imajinasi. Namun, Mukhlis berujar, dakwaan disusun secara hati-hati dan telah melakui proses gelar perkara secara objektif dan profesional.
"Bahwa kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam surat dakwaan telah disusun sedemikian rupa sesuai fakta hukum berlandaskan alat bukti yang sah," ujarnya.
Mukhlis membeberkan surat dakwaan yang disusun tersebut tidak hanya bersumber dari keterangan terdakwa, rekontruksi dari terdakwa. Apalagi terdakwa sejak awal tidak mengakui perbuatannya, bahkan berusaha untuk menutupi, menghilangkan, menghapus, merintangi dan melakukan intervensi untuk mengungkap tindak pidana yang ada.
"Surat dakwaan kami tidak sesuai keinginan terdakwa atau cerita versi terdakwa, tentunya bukan berarti surat dakwaan kami imajinasi atau hasil asumsi kami. Tentu kami telah memiliki alat bukti cukup kuat bentuk surat, keterangan ahli, petunjuk berupa rekaman CCTV, cincin batu akik (milik Aris Chandra) yang persis dan identik dengan bekas luka di wajah korban, hasil keterangan para saksi," katanya.
Pada tahap penyidikan, telah dilakukan rekonstruksi secara utuh untuk mencari kebenaran, termasuk teknik dan cara yang digunakan terdakwa dalam melakukan pemukulan terhadap korban yang mengakibatkan luka pada Brigadir Nurhadi.
"Surat dakwaan kami telah kami susun secara cermat, sistematis, dengan fakta-fakta yang diuraikan dalam dakwaan memenuhi unsur-unsur tindak pidana terdakwa.
"Uraian surat dakwaan sudah jelas dan disusun secara sistematis, sesuai kronologis kejadian peristiwa," tandas Mukhlis.
Simak Video "Video: JPU Ungkap Kronologi Brigadir Nurhadi Tewas Dianiaya Atasan"
(hsa/iws)