Penyidikan dugaan korupsi pembelian lahan seluas 70 hektare untuk pembangunan sirkuit MXGP Samota, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) terus bergulir. Terbaru, seorang pejabat lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumbawa diperiksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Pejabat yang diperiksa mengaku berasal dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Pemkab Sumbawa. Ia tidak membantah diperiksa terkait pembelian lahan dari mantan Bupati Lombok Timur, Ali Bin Dachlan (Ali BD).
Meski demikian, ia enggan menyebutkan identitasnya. Ia hanya mengaku saat pembelian lahan menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) B Bidang Identifikasi dan Investasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya menjadi Ketua Satgas B, saat pengadaan tanah (lahan MXGP Samota)," katanya.
Pria berkumis itu datang ke Kejati NTB dengan mengenakan batik biru. Dia menyebut bukan hanya dirinya yang diperiksa, tetapi juga pejabat Pemkab Sumbawa lainnya.
"Ada juga Ketua Satgas A di atas (diperiksa penyidik pidana khusus Kejati NTB)," timpalnya.
Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan pihaknya belum mendapat informasi detail soal pemeriksaan tersebut. "Saya cek dulu ya," ujarnya.
Dugaan Mark Up dan Penyalahgunaan Wewenang
Pemkab Sumbawa membeli lahan milik Ali BD seluas 70 hektare dengan nilai Rp 53 miliar. Pembelian itu diduga melebihi harga wajar atau mark up.
"Dugaan korupsinya dalam penanganan perkara ini, adanya mark up dalam pembelian tanah," ungkap Enen Saribanon yang saat itu menjabat Kajati NTB, Rabu (7/5/2025).
Selain mark up, pembelian lahan juga diduga menyalahi prosedur. "Ada mark up dan juga ada prosedur penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan. Seperti itu," tegasnya.
Ali BD selaku pemilik lahan telah beberapa kali diperiksa Kejati NTB, salah satunya pada Selasa (6/5/2025). Usai pemeriksaan, ia menegaskan tidak merasa bersalah menjual tanah miliknya.
"Kita tidak merasa bersalah, kan kita jual," katanya.
Ia menuturkan proses penjualan sudah sesuai prosedur, termasuk melalui appraisal dan pembayaran secara konsinyasi di pengadilan. "Prosesnya benar, karena kan ada appraisalnya kan. Pembayaran secara konsinyasi di pengadilan karena ada orang menggugat," sebutnya.
Dari total Rp 53 miliar, Ali BD menerima Rp 32 miliar. Sisanya diterima anak-anaknya karena lahan tersebut tercatat atas tiga nama kepemilikan.
"Kalau saya terima Rp 32 miliar. Sisanya anak-anak. Kan 3 nama," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejati NTB telah memanggil sejumlah saksi dalam tahap penyelidikan. Di antaranya dua anak Ali BD, yakni Ahamad Zulfikar dan Asrul Sani.
Selain itu, turut diperiksa mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumbawa Hasan Basri, Abdul Aziz selaku pemilik lahan pertama, serta dua pejabat Pemkab Sumbawa. Keduanya yakni Muhammad Jalaluddin, saat itu menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dinas PRKP Sumbawa, dan Agusfian, Kabid Bina Marga Dinas PUPR Sumbawa.
(dpw/dpw)