Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengakui ada masalah dalam mekanisme penagihan royalti atau lisensi musik yang tercantum dalam Permenkumham Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Ia berencana merevisi tarif hingga mekanisme penagihan royalti lagu untuk tujuan komersial itu.
Hal itu diungkapkan Supratman saat menyaksikan penandatanganan perjanjian perdamaian terkait sengketa hak cipta antara Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) dengan PT Mitra Bali Sukses selaku memegang lisensi merek Mie Gacoan.
"Saya sadar sepenuhnya bahwa mekanisme yang dilakukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memang di PermenkumHAM itu ada masalah," kata Supratman saat konferensi pers di kantor wilayah Kementerian Hukum Bali, Denpasar, Jumat (8/8/2025).
Supratman mengatakan permasalahan utama terletak pada sistem perhitungan nominal pembayaran royalti. Ia berencana mengubah tarif royalti agar tidak memberatkan pihak pengguna musik atau lagu secara komersial. Hal itu, dia berujar, perlu pembicaraan dengan semua pemangku kepentingan.
"Makanya akan kami ubah. Nanti saya koreksi. Tarifnya nanti akan kami kontrol supaya tidak memberatkan," kata Supratman.
Untuk sementara, Supratman melanjutkan, LMKN dan LMK Selmi wajib memberitahukan sistem penghitungan pembayaran royalti dan lisensi penggunaan musik untuk kepentingan komersial. Ia meminta LMKN untuk transparan terkait nominal yang harus dibayarkan.
Supratman juga menyinggung kasus yang dialami Mie Gacoan di Bali dan mendorong LMK untuk mengedepankan diskusi dan negosiasi. Ia menegaskan negara tidak mendapat pemasukan apapun dari pembayaran royalti dan lisensi musik yang ditagih LMK dan LMKN.
"Satu sen pun pungutan dari apa yang namanya royalti, negara sama sekali tidak dapat apa-apa," imbuh Supratman.
Simak Video "Video: Menkum Pertegas Fungsi LMK dan LMKN soal Royalti, Ini Perannya!"
(iws/iws)