Otto Hasibuan Beberkan Degradasi Kualitas Advokat Imbas SEMA

Otto Hasibuan Beberkan Degradasi Kualitas Advokat Imbas SEMA

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Sabtu, 07 Des 2024 16:36 WIB
Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan dan jajarannya. (Agus Eka/detikBali)
Foto: Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan dan jajarannya. (Agus Eka/detikBali)
Badung -

Desakan untuk mencabut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 73 Tahun 2015 tentang kewenangan Pengadilan Tinggi melakukan penyumpahan terhadap advokat di luar organisasi Peradi mengemuka. Hal tersebut merupakan salah satu hasil dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Jimbaran, Kabupaten Badung.

"Itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan tidak sesuai dengan tujuan didirikannya advokat itu. Undang-Undang itu dibentuk untuk meningkatkan kualitas advokat di Tanah Air," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, Otto Hasibuan, di sela-sela penutupan Rakernas, Jumat malam (7/12/2024).

Otto mengakui desakan pencabutan SEMA yang diterbitkan Ketua MA era 2012-2020, Muhammad Hatta Ali itu sudah dibahas bertahun-tahun. Otto merasakan ada degradasi dari kualitas para advokat baru sebagai akibat dari tak berjalannya standarisasi melalui Pendidikan Khusus Profesi Adokat (PKPA).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga kita bisa rasakan betapa buruknya kualitas advokat dengan tidak melalui prosedur yang semestinya, bahkan diduga tidak melakukan pendidikan sebagaimana mestinya. Ada yang tidak melakukan magang dan tiba-tiba sudah bisa menjadi advokat," sebut Otto.

Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, itu tidak memungkiri selama ini untuk bisa beracara di pengadilan, advokat cukup menunjukkan bukti keanggotaan di Peradi. Dalam praktiknya, seluruh advokat wajib menjadi anggota Peradi sebagai single bar atau wadah tunggal yang juga menjalankan standarisasi.

Karena itu, Otto menegaskan demi menjaga kualitas dan standar seorang advokat maka perlu ada standarisasi profesi advokat. Untuk menjalankan itu diperlukan satu organisasi yang menjalankan standar profesi advokat.

"Dengan dicabut SEMA itu, harapannya tidak lagi ada pelantikan di luar prosedur, di luar Peradi. Jika itu dicabut otomatis hanya Peradi yang bisa mengusulkan untuk penyumpahan. Single bar itu tercapai," sebut Otto.

"Kami terus berkomunikasi dengan MA untuk mempertimbangkan itu (SEMA) dicabut karena ini merupakan hasil dari Rakernas bukan DPN. Dengan anggota yang hadir mencapai ribuan orang mewakili jumlah advokat yang jumlahnya hampir 70 ribu orang. Tentunya MA perlu mempertimbangkan ini," tegasnya.

Pihaknya menyadari ada konsekuensi bagi advokat di luar anggota Peradi yang telah diambil sumpahnya oleh Pengadilan Tinggi jika desakan tersebut dikabulkan. Oleh karena itu, pihaknya menjamin akan merangkul seluruh advokat di Indonesia.

Bahkan mereka yang di luar Peradi namun telah mendapat SK menjadi advokat, tidak akan diuji lagi melalui PKPA. Hal itu untuk menghormati keputusan Pengadilan Tinggi yang telah melakukan penyumpahan.

"Kami mengambil prinsip brotherhood. Banyak sekarang permintaan di DPN Peradi dari seluruh cabang, mereka ingin masuk. Tapi ada aturan melalui PKPA yang berlaku selama ini dan menjadi penghambat mereka. Kami putuskan syarat-syarat itu tidak ada bagi yang sudah disumpah pengadilan tinggi," tegasnya.




(hsa/iws)

Hide Ads