Maraknya organisasi profesi advokat di luar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Jawa Timur mendapat sorotan publik. Banyak yang mempertanyakan kompetensi dan pengalaman para pengacara dari organisasi non-Peradi tersebut.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan, buka suara menanggapi fenomena ini. Menurutnya, keberadaan advokat di luar Peradi sudah menjadi persoalan lama yang belum terselesaikan.
"Sebenarnya itu sudah panjang sekali ya, terus terang ini memang sangat menyedihkan," kata Otto saat ditemui awak media di Hotel Wyndham Surabaya, Sabtu (21/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otto menjelaskan bahwa prinsip Single Bar, yakni hanya satu organisasi advokat yang sah dan diakui negara, bukan hanya berlaku di Indonesia, tapi juga diterapkan di berbagai negara lain.
"Karena kalau kita pergi ke luar negeri, kita kan anggota Internasional Bar Asosiation, di mana yang mewakili Indonesia di forum internasional secara resmi itu adalah Peradi, karena Peradi yang diakui oleh negara-negara lain sebagai nasional bar, dari setiap negara atau keanggotaan advokat di setiap negara itu juga ada organisasi advokat dan di setiap negara hanya ada satu yang bisa mewakili," ujarnya.
"Nah, sekarang kenapa hanya satu (yang bisa mewakili negara)? Karena memang mereka juga menganut sistem single bar, tidak hanya di Indonesia, seperti di Belanda, Singapore, Malaysia. Undang-undang advokat kita pun single bar," imbuhnya.
Otto menekankan Single Bar yang dimaksud adalah hanya ada satu organisasi advokat yang memiliki kewenangan untuk mengatur segala atau suatu hal tentang advokat. Namun, bukan berarti tidak boleh ada organisasi advokat lain untuk dibentuk. Maka dari itu, ia menegaskan organisasi advokat yang sesuai dengan UU adalah Peradi.
"Bukan berarti tidak boleh ada organisasi advokat yang lain, ya tetap boleh. Tetapi, itu bukan sebagai organisasi advokat sebagaimana yang dimasukkan dalam undang-undang advokat, tapi yang memiliki kewenangan hanya Peradi. Nah, itulah yang kita anggap tidak sesuai dengan undang-undang advokat dan selama itu (undang-undang advokat) masih menyatakan organisasi advokat hanya satu dan seharusnya yang tetap dilaksanakan hanya satu," tuturnya.
Ketika disinggung apakah ada rencana atau upaya untuk menegaskan kembali hal tersebut kepada seluruh aparat penegak hukum di Tanah Air agar para advokat di luar Peradi tak beracara, ia mengaku seyogyanya APH telah mengetahui. Namun, ia memastikan masih mencari 'win-win solution' perihal masalah tersebut.
"Seharusnya memang demikian tetapi mereka akan juga sudah tahu permasalahan ini sebenarnya, tetapi harapan kita adalah mudah-mudahan nanti pada waktunya tiba prinsip single bar ini nanti bisa diterapkan. Karena undang-undang advokat masih menyatakan single bar, tetapi kalau sudah terjadi ya sudah kita carilah penyelesaiannya toh itu juga teman-teman advokat juga tapi dengan cara baik-baik kita runding bagaimana caranya," tutupnya.
(auh/hil)