Kuasa Hukum Terpidana Tipikor Heri Pranyoto Bantah Status Buronan

Kuasa Hukum Terpidana Tipikor Heri Pranyoto Bantah Status Buronan

Hakim Dwi Saputra - detikBali
Kamis, 05 Des 2024 18:31 WIB
Terpidana  perkara tindak pidana korupsi pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi NTT yang berstatus daftar pencarian orang (DPO), Heri Pranyoto (ke-4 dari kiri) ditangkap  di Jakarta oleh Tim Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri  Manggarai Barat (Dok. Kejari Manggarai Barat)
Foto: Terpidana perkara tindak pidana korupsi pemanfaatan aset Heri Pranyoto (ke-4 dari kiri). (Dok. Kejari Manggarai Barat)
Manggarai Barat -

Tim kuasa hukum Heri Pranyoto, yang diwakili Khresna Guntarto, membantah status daftar pencarian orang (DPO) atau buronan Heri. Menurutnya, Heri tidak kabur, tapi sudah keluar dari tahanan berdasarkan putusan hukum yang sah.

"Yang menyatakan beliau bebas berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Kupang tertanggal 3 April 2024, bukan melarikan diri," ujar Khresna dalam hak jawab yang diterima detikBali, Kamis (5/12/2024).

"Setelah Mahkamah Agung memutus bersalah sebagaimana putusan Nomor: 5878 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024, hingga hari penjemputan pihak kejaksaan, klien kami sejak putusan bebas pada pengadilan tingkat pertama menjalani kegiatan di sekitar Jabodetabek, serta sebagian besar waktu dihabiskan di kediamannya di Jakarta Pusat. Pernyataan bahwa klien kami adalah seorang buronan adalah sangat tidak sesuai dan tidak pantas disematkan," urai Khresna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, subtansi perkara yang melibatkan Heri merupakan bagian dari indikasi kriminalisasi terhadap mitra kerja sama swasta dalam pembiayaan proyek murni swasta terhadap aset daerah.

Selain itu, Khresna berujar, dua di antara empat terdakwa perkara tindak pidana korupsi pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi NTT berupa tanah seluas 31.670 meter persegi di Kaswasan Pantai Pede, Labuan Bajo, telah dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana yang dituduhkan.

ADVERTISEMENT

"Yaitu atas nama Thelma Debora Sonya Bana dan Bahasil Papan. Sedangkan untuk atas nama Lidya Chrisanty Sunaryo sampai saat ini belum diputus oleh Mahkamah Agung," ungkap Khresna.

Dia menjelaskan sebagaimana dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Agung 5876 K/Pid.Sus/2024 tanggal 02 Oktober 2024 atas nama Bahasil Papan, Hakim Agung pemeriksa perkara menyatakan PT SIM telah membangun hotel dan fasilitas lainnya di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, menggunakan biaya sendiri.

"Tidak menggunakan anggaran Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga keuntungan maupun kerugian investasi dari PT SIM ditanggung oleh PT SIM," urai Khresna.

Dia membeberkan Heri berdasarkan Kasasi Mahkamah Agung RI dinyatakan terbukti bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

"Namun, pasal itu seyogyanya ditujukan kepada penyelenggara negara dan aparatur pemerintah yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata Khresna.

Dia menegaskan dalam perkara itu Thelma Debora Sonya Bana selaku Kepala Bidang Aset dan Investasi Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi dinyatakan tidak bersalah. Maka, Khesna berujar, tdak logis jika Heri disebut bersalah.

"Dengan demikian, tidak logis dan tidak mungkin Heri Pranyoto (Klien Kami), yang merupakan pihak swasta, dianggap sebagai penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan pihak lain," beber Khresna.

Diberitakan sebelumnya, Tim Tindak Pidana Khusus Kejari Manggarai Barat menangkap seorang terpidana dalam perkara tindak pidana korupsi pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi NTT berupa tanah seluas 31.670 meter persegi di Kawasan Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat. Jaksa menyatakan Heri Pranyoto itu berstatus DPO.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Manggarai Barat, Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha, mengatakan Heri ditangkap di kediamannya di Jalan Mardani Raya No. 74, RT 002/RW005, Kelurahan Cempaka Putih Barat, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada 25 November 2024. Heri dieksekusi di Rutan Salemba, Jakarta.

"Untuk penangkapannya kami bekerja sama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," kata Agung, Jumat (29/11/2024) malam.

Heri ditangkap setelah keluar putusan Mahkamah Agung Nomor 5878 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024. Putusan itu menyatakan Heri telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dalam putusan itu Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman pidana penjara tiga tahun dan denda Rp 100 juta.

"Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan," jelas Agung.

Putusan itu, kata Agung telah berkekuatan hukum tetap. Putusan Mahkamah Agung itu diterima Kejari Manggarai Barat pada 18 November 2024.




(hsa/gsp)

Hide Ads