Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sorotan akibat pernyataan yang dilontarkan Wakil Ketua KPK Yohanis Tanak. Dia menyatakan istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK harus dihapuskan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata buka suara. Dia sependapat dengan Yohanis. Namun, dia menjelaskan substansi kegiatan itu tidak dihapus. Hanya aspek pemilihan kata atau istilahnya saja yang diganti. Untuk itu, Alexander mengaku telah menginstruksikan jajarannya menggunakan istilah kegiatan penangkapan.
"Sudah saya instruksikan pakai (istilah) kegiatan penangkapan yang didahului dengan penyelidikan. (Istilah) itu lebih pas," kata Alexander Marwata di sela acara ASEAN-PAC di Denpasar, Bali, Senin (2/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak Ada Istilah OTT di KUHP
Alexander menjelaskan istilah OTT itu tidak tercantum atau tertulis di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Yang tertulis adalah tertangkap tangan. Dia justru menyebut istilah OTT merupakan ciptaan media massa dalam menggambarkan kegiatan penangkapan KPK terhadap terduga koruptor.
Padahal, OTT memang berarti kegiatan penangkapan pelaku. Akan tetapi, dilakukan secara langsung ke pelaku saat melakukan kejahatannya. Alexander mencontohkan saat melihat ada tindak kejahatan, masyarakat boleh menangkap pelakunya.
"Ketika tertangkap tangan, sesuatu yang kejadiannya seketika. Tidak ada proses penyelidikan. Tapi di KPK, dimulai dengan proses penyelidikan," kata Alexander.
Penangkapan, Bukan Tangkap Tangan
Sementara, apa yang dilakukan KPK selama ini telah melalui proses penyelidikan setidaknya selama sebulan sebelumnya. Pertama, dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) jika ada dugaan korupsi. Kemudian, KPK akan melakukan pengintaian dan penyadapan.
Hasil penyelidikan berupa pengintaian dan penyadapan itulah yang akan menjadi dasar KPK untuk bergerak meringkus koruptor dan pihak lain yang terlibat sebelum aksi kriminalnya berlangsung terlalu jauh.
"Ketika alat buktinya sudah cukup dan ada informasi akan ada penyerahan uang, ujung dari penyelidikan itulah kita (lakukan) penangkapan. Bukan tangkap tangan, tapi penangkapan, ujung dari proses kegiatan penyelidikan," jelasnya.
Karena hanya beda istilah itu, Alexander menegaskan aktivitas penangkapan terduga koruptor saat beraksi tetap dilakukan. Tidak menghilangkan tindakan KPK menangkap terduga koruptor atau apapun istilahnya.
Hanya, aktivitas penangkapan yang dilakukan KPK belakangan makin sulit. Terduga koruptor makin berhati-hati dan pintar mempelajari gerak-gerik KPK dalam melakukan penangkapan. Alexander menilai Indonesia masih tergolong negara dengan jumlah kasus korupsi tertinggi.
"Indonesia masih tergolong negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Masyarakat masih permisif dengan perilaku korupsi. Pejabat pemnyelenggara negara integritasnya belum terbangun dengan baik. 2023, IPK (index persepsi korupsi) masih 34," katanya.
Usut Korupsi yang Libatkan Tentara
Selain soal istilah OTT yang diganti 'kegiatan penangkapan', KPK juga mendapat lampu hijau dari Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 87/PU-XXI/2023. Melalui putusan itu, MK menyatakan KPK dapat mengusut tuntas anggota militer aktif alias tentara yang diduga terlibat korupsi.
Alexander mengatakan sebelum putusan MK itu, pengusutan terhadap tentara yang diduga korupsi sudah diatur dalam UU KPK. Sehingga, putusan MK yang menyebut jika KPK sedang mengusut dugaan korupsi terhadap seorang tentara, tidak wajib dilimpahkan ke TNI.
"Sebenarnya, Undang-Undang KPK memberi kewenangan mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan orang sipil serta anggota TNI," kata Alexander.
Begitu juga jika lembaga pertahanan Indonesia itu yang terlebih dahulu mengusut anggotanya yang diduga terlibat korupsi. TNI tidak perlu melimpahkan kasus dugaan korupsi dan anggota yang terlibat, ke KPK.
Hanya, aturan main itu sepertinya baru dipahami KPK. Alexander mengatakan, TNI saat ini sedang mempelajari putusan MK tersebut. Karena masih dipelajari, belum ada perjanjian atau nota kesepahaman antara KPK dan TNI atau Kementerian Pertahanan.
"Saya nggak tahu. Masa jabatan Ketua KPK periode ini tinggal dua minggu. Mungkin nanti kepemimpinan KPK yang baru," tandas Alexander.
(hsa/hsa)