Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan penanganan dan pencegahan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih sangat minim. Satuan Tugas (Satgas) TPPO dinilai tidak maksimal dalam mengusut tuntas setiap kasus.
"Termasuk juga melakukan sinergitas dengan berbagai pihak yang merupakan bagian dari para aktor yang tergabung dalam satgas, itu tidak terjadi karena upaya pencegahan TPPO sendiri tidak begitu jalan," ujar Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, di Kupang, NTT, Selasa (19/11/2024).
Menurut Anis, temuan Komnas HAM, yaitu Satgas TPPO belum bekerja secara maksimal karena minim sumber daya manusia (SDM), pengetahuan, dan anggaran. Kemudian, putusnya koordinasi antara satgas nasional dan daerah. NTT yang dikenal sebagai provinsi kepulauan itu juga menjadi tantangan tersendiri bagi Satgas TPPO untuk bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, anggaran untuk pencegahan dan penanganan TPPO di setiap kota/kabupaten di NTT setiap tahun cuma Rp 50 juta. Padahal, NTT merupakan salah satu provinsi yang menyumbang pekerja migran dan korban TPPO terbanyak. "Karena mereka berangkat ke luar negeri didominasi melalui jalur ilegal begitu," kata Anis.
Anis menegaskan penegakan hukum terhadap para pelaku TPPO juga masih banyak kendala. Vonis kasus TPPO pun cenderung rendah dan kebanyakan mereka yang divonis adalah pelaku di lapangan.
Kalaupun ada aktor negara yang terlibat, Anis berujar, maka vonis khusus untuk pejabat publik yang posisinya tidak sebagai penentu atau pengambil kebijakan, seperti di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) serta Imigrasi. Hal tersebut tidak dapat memberi efek jera terhadap para pelaku TPPO.
"Sementara kasus kematian PMI yang terus terjadi tidak ada upaya yang cukup serius untuk diusut tuntas," jelas Anis.
Simak juga video: Polisi Ekshumasi Makam Afif Maulana, Disaksikan LBH-Komnas HAM
(hsa/hsa)