Ipda Rudy Soik resmi dipecat sebagai anggota polisi oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Tamatnya karier Rudy di korps Bhayangkara itu berawal ketika dia menyelidiki kasus dugaan mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kupang, NTT. Rudy merupakan mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota.
"Benar. Yang bersangkutan di-PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat)," ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, Jumat (11/10/2024).
Ariasandy menjelaskan PTDH terhadap Rudy Soik didasari sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) yang digelar pada Rabu (10/10/2024) sekitar pukul 10.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinyatakan Melanggar Kode Etik Polri
Menurut Ariasandy, Rudy Soik diduga melanggar Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 Ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 5 Ayat (1) huruf b, c, Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
"Agenda sidang yang dilaksanakan, yaitu pembacaan persangkaan, pemeriksaan saksi sebanyak enam orang dan terduga pelanggar," jelas Ariasandy.
Sidang tersebut, Ariasandy berujar, dilanjutkan pada Jumat (11/10/2024) sekitar pukul 08.00 Wita dengan agenda pembacaan tuntutan, penyampaian pembelaan oleh pendamping hukum terduga pelanggar. Putusan sidang KKEP Polri Nomor: PUT/38/X/2024 tanggal 11 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi administrasi berupa PTDH dari dinas Polri.
"Pada saat pelaksanaan sidang KKEP secara in absensia karena pada saat sidang pembacaan tuntutan, terduga pelanggar (Rudy Soik) meminta izin untuk tidak mengikuti persidangan sehingga sidang tetap dilanjutkan tanpa kehadiran terduga pelanggar sampai dengan selesai," tandas Ariasandy.
Pasang Garis Polisi
Sebelumnya, Polda NTT mengungkap eks Kasat Reskrim AKP Yohanes Suhardi dan eks KBO Ipda Rudy Soik menyalahi aturan dalam penyelidikan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM). Keduanya memasang garis polisi di rumah warga bernama Algazali Munandar dan Ahmad Ansar.
"Di lokasi kejadian (rumah Algazali Munandar dan Ahmad Ansar) tidak ditemukan adanya kejadian tindak pidana dan barang bukti (BBM)," ungkap Ariasandy, Senin (2/9/2024).
Ariasandy menjelaskan berdasarkan keterangan para saksi, Rudy Soik beserta sejumlah anggota Jatanras Polresta Kupang Kota disebut mendatangi rumah Ahmad Ansar pada Kamis (27/6/2024). Mereka datang untuk mengimbau agar tidak menimbun BBM subsidi jenis solar.
Sore harinya, Ariasandy melanjutkan, Rudy Soik bersama anggotanya kembali memasang garis polisi di rumah Ahmad Ansar beserta drum kosong dan jeriken kosong. Namun, Ahmad sendiri tidak dimintai keterangan maupun berita acara interogasi hingga saat ini. Ahmad juga tidak mengenal Algazali Munandar dan tidak pernah bekerja sama dalam penimbunan BBM subsidi.
Algazali, Ariasandy berujar, pernah ditangkap oleh Polresta Kupang Kota karena menimbun BBM sebanyak empat ton pada 2022. Kasus tersebut sudah diproses hukum dan Algazali telah menjalani kurungan penjara selama enam bulan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kupang.
Setelah bebas, Algazali tidak lagi terlibat aktivitas penimbunan BBM. Namun, dia membeli BBM subsidi menggunakan kode QR Code SPBU yang diperuntukkan untuk nelayan dengan surat rekomendasi dari Dinas Perikanan NTT.
"Ini fakta yang ditemukan sesuai hasil pemeriksaan bahwa saat pemasangan police line tidak ditemukan barang bukti di rumah saudara Ahmad Ansar dan Algazali Munandar. Ini yang menjadi dasar dan diduga yang bersangkutan (Rudy Soik) melakukan penyalahgunaan wewenang," pungkas Ariasandy.
Rudy Soik Ungkap Penyelidikan Mafia BBM
Sebelumnya, Rudy Soik membeberkan penanganan kasus BBM subsidi yang diduga melibatkan sejumlah anggota Polda NTT. Akibatnya, Rudy mendapat demosi ke luar wilayah NTT selama tiga tahun dan dituduh karaoke bersama istri orang.
"Itu kewenangan sangat keterlaluan. Tidak mengkaji dari sisi prestasi dalam pengungkapan sejumlah kasus besar yang pernah saya tangani," ujar Rudy kepada detikBali di Kota Kupang, Selasa (3/9/2024).
Rudy menjelaskan penertiban mafia BBM subsidi jenis solar berawal pada Sabtu (15/6/2024). Saat itu, Polresta Kupang Kota mendapat informasi dari warga terkait kelangkaan BBM di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Belu hingga Kota Kupang.
Solar Disalurkan ke Perbatasan
Atas laporan itu, Rudy langsung menyampaikannya kepada Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Kepada Rudy, Aldinan menyampaikan agar segera melakukan penyelidikan.
"Informasi yang kami peroleh itu bahwa ada penimbun-penimbun solar yang didistribusikan ke wilayah perbatasan (TTU dan Belu). Sehingga saya sampaikan kepada Bapak Kapolresta bahwa ada keterlibatan anggota (polisi) di kasus ini, jadi beliau bilang sudah kamu tegak lurus saja (sikat mafia BBM), maka saya dikuatkan dengan surat perintah tugas dari Bapak Kapolresta Kupang Kota," jelas Rudy.
Rudy menegaskan surat perintah tugas itu bukan direkayasa oleh dirinya, tetapi ditandatangani oleh Kombes Aldinan Manurung. Sehingga tidak ada rekayasa, tetapi atas perintah pimpinan.
"Bukan saya menciptakan atau merekayasa. Tidak, sama sekali karena semuanya atas perintah beliau (Aldinan Manurung)," tegas Rudy.
Selanjutnya, dia langsung mengumpulkan sejumlah data untuk memperkuat penyelidikan BBM. Sehingga baru terungkap, para pengepul menggunakan kode QR milik Law A Gwan, seorang pengusaha di Cilacap, Jawa Tengah.
"Setelah kami buka, siapa itu Law A Gwan? ini lah Law A Gwan (yang kode QR miliknya digunakan untuk membeli BBM subsidi di NTT)," beber Rudy sembari menunjukan foto Law A Gwan.
Temukan Drum untuk Timbun BBM
Puncaknya pada Selasa (25/6/2024) sekitar pukul 11.02 Wita, Rudy pun memimpin 12 anggota Satreskrim Polresta Kupang Kota langsung begerak ke lokasi penimbunan BBM yang terletak di Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Di sana, mereka menemukan sejumlah drum dan jeriken yang digunakan untuk menimbun BBM. Seusai itu, mereka langsung menuju ke Master Piece, tempat makan yang jaraknya sekitar 100 meter dengan Polda NTT untuk makan siang dan evaluasi.
Rudy meyakini adanya keterlibatan anggota Polresta Kupang Kota dan Ditkrimsus Polda NTT dalam kasus itu. Sehingga, ia memerintahkan Kasubditnya untuk tetap memimpin sejumlah anggotanya ke tempat penampungan milik Ahmad Ansar.
(hsa/hsa)