Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh, membantah menangkap jurnalis dan warga saat unjuk rasa di Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (2/10/2024). Unjuk rasa tersebut menolak proyek geothermal di daerah tersebut.
Edwin mengeklaim polisi hanya mengamankan, bukan menangkap mereka. Sebanyak empat orang yang diamankan polisi, salah satunya adalah Pemimpin Redaksi (Pemred) Floresa, Herry Kabut.
Edwin menegaskan Herry bukan jurnalis karena tidak menunjukkan tanda pengenal saat meliput unjuk rasa tersebut. Herry mengalami bengkak di pelipis dan luka di rahang akibat penangkapan polisi.
"Tidak ada yang ditangkap, yang ada hanya diamankan. Semua yang diamankan sore kemarin sudah dipulangkan. Orang yang disebut rekan media tidak dapat membuktikan identitasnya karena tidak menunjukkan ID-nya. Ada empat orang yang diamankan," kata Edwin, Kamis (3/10/2024).
Edwin menjelaskan Herry dan tiga warga Poco Leok diamankan sebagai bagian dari tindakan penegakan hukum untuk mencegah mereka menjadi korban atau pelaku kejahatan. Mereka diamankan karena diduga memprovokasi warga saat unjuk rasa menolak proyek geothermal. Namun, Edwin tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan provokasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Laporan dari personel di lapangan menunjukkan ada indikasi bahwa Herry memprovokasi warga," ujarnya.
Di sisi lain, Editor Floresa, Ryan Dagur, mempertanyakan tuduhan provokasi terhadap Herry. Menurut Ryan, Herry hanya sedang mengambil gambar warga yang diamankan polisi saat unjuk rasa tersebut.
"Coba tanya kapolres-nya, apa bentuk provokasi Herry? Dia hanya ingin memfoto warga yang ditangkap saat diamankan. Apa provokasinya?" kata Ryan.
Herry diduga mengalami kekerasan dari aparat saat ditangkap. Ia dipukul dan dicekik sehingga mengakibatkan luka di rahang kanan dan hidung. Ryan mengatakan Herry dimasukkan ke dalam mobil aparat saat penangkapan terjadi.
"Dia dipukul dan ditendang saat ditangkap. Kami sudah mendokumentasikan bukti-bukti kekerasannya," kata Ryan.
Selain itu, ponsel Herry juga dirampas oleh polisi dan diperiksa isinya. Herry sempat mengirim pesan WhatsApp kepada seorang wartawan, tetapi pesan tersebut didikte polisi. Ryan menegaskan Herry berada di bawah tekanan saat mengirim pesan tersebut.
Ryan juga menyebutkan Herry dipaksa untuk berbicara dalam sebuah video yang direkam polisi sebelum dibebaskan. Hal tersebut menjadi syarat pembebasannya.
"Kami akan ungkap apa saja yang dialami Herry selama berada dalam penguasaan polisi. Dia juga dipaksa untuk berbicara dan direkam dalam video oleh polisi sebelum dibebaskan. Itu menjadi syarat pembebasannya," lanjut Ryan.
(hsa/hsa)