Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Tabanan meminta kepala lingkungan, kepala desa atau perbekel, dan masyarakat memantau aktivitas yayasan atau panti asuhan di wilayahnya. Mereka kemudian diminta menginformasikan ke Dinsos P3A Tabanan jika ada aktivitas mencurigakan.
Permintaan itu dilayangkan Dinsos P3A Tabanan imbas terbongkarnya Yayasan Anak Bali Luwih yang tidak berizin menjadi sindikat penjualan bayi Jawa-Bali. Kasus itu dibongkar Kepolisian Resor (Polres) Metro Depok dan pengelola yayasan, I Made Aryadana (41), telah ditangkap.
"Informasi kami tahu kan dari bawah, kalau nggak sampai seperti itu. Apa tugasnya? Kan tidak mau tau keberadaan wilayahnya. Kalau menemukan kendala di lapangan, boleh melaporkan ke kami (Dinsos)," kata Kepala Dinsos P3A Tabanan I Nyoman Gede Gunawan saat ditemui detikBali di kantornya, Selasa (17/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gunawan menyayangkan aktivitas yang dilakukan Yayasan Anak Bali Luih yang memperdagangkan bayi Jawa-Bali. Menurut Gunawan, tindakan yayasan ini bisa berdampak buruk kepada generasi di wilayahnya.
"Takutnya itu remaja-remaja seperti di Tabanan nanti hamil nggak ada yang itu (menjaga dan sebagainya), mikir 'udah gampang sana aja taruh'. Kita malah memberikan pelajaran yang tidak bagus sebenarnya, kita lihat dari baik buruknya," jelas Gunawan.
Berdasarkan informasi, Yayasan Anak Bali Luih menggandeng perempuan yang hamil tanpa adanya pengakuan dan tanggung jawab dari kekasihnya alias ditelantarkan. Saat lahir, anak tersebut diserahkan kepada orang yang mau mengadopsi.
Gunawan menyayangkan proses pengadopsian bayi yang dilakukan Yayasan Anak Bali Luih tidak dilakukan sesuai prosedur. "Itu ada aturan untuk mengadopsi, di kita (mengambil) anak yang telantar, anak yang dibuang orang tuanya. Kalau ada yang mengadopsi, di sana sudah ada prosedurnya dan ada rekomendasinya," terangnya.
Menurut Gunawan, tindakan yang dilakukan Aryadana sudah menyalahi aturan, bahkan lebih mengarah kepada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena memakai tarif. "Kami tidak tahu ada tarif-tarif seperti itu," ungkapnya.
Gunawan menjelaskan jika seseorang ingin mengadopsi anak tentunya melewati peraturan, mulai status pernikahan, pemilihan hingga nantinya mengarah ke hukum sebagai syarat anak tersebut diadopsi.
"Kami ajukan ke provinsi untuk memfasilitasi, menengok bayi di yayasan, lalu diberikan masa beradaptasi. Boleh mengajak pulang, tetapi tetap diasesmen juga dimonitor. Kalau sudah iya, baru jatuhnya di pengadilan itu resmi. Masalah tarif mungkin ada, sekadar untuk mengganti popok dan lainnya," imbuhnya.
Sementara itu, Kapolres Tabanan AKBP Chandra Citra Kesuma mengatakan akan menelusuri yayasan-yayasan, terutama perihal adanya adopsi. Ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya kasus serupa yang diungkap Polres Metro Depok.
"Tentunya dari situ, Polres Tabanan akan melakukan pendataan yayasan terutama adopsi. Apakah sesuai dengan jalur hukum atau tidak. Kami akan melakukan penyelidikan dan sosialisasi terkait dengan aturan dan izin usaha mereka," kata Chandra di Polres Tabanan.
(iws/iws)