Warga Ungkap Sosok Aryadana, Penadah Bayi-bayi yang Dijual di Jawa-Bali

Round Up

Warga Ungkap Sosok Aryadana, Penadah Bayi-bayi yang Dijual di Jawa-Bali

Tim detikBali - detikBali
Selasa, 17 Sep 2024 07:32 WIB
Suasana rumah yang dijadikan markas Yayasan Luh Luwih Bali di BTN Griya Sandan Sari Blok E/17, Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali, Senin (16/9/2024). (Foto: Firizqi Irwan/detikBali)
Foto: Suasana rumah yang dijadikan markas Yayasan Luh Luwih Bali di BTN Griya Sandan Sari Blok E/17, Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali, Senin (16/9/2024). (Foto: Firizqi Irwan/detikBali)
Tabanan -

Warga di Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali, mengungkapkan sosok I Made Aryadana. Dia merupakan tersangka utama sindikat penjualan bayi Jawa-Bali yang ditangkap aparat Polres Metro Depok, Jawa Barat.

Warga di sekitar lokasi penggerebekan mengaku pernah bertemu Made Aryadana sebelum ditangkap oleh Polres Metro Depok. Menurut warga, Aryadana tidak terlalu ramah.

"Ya keras, sensitif. Kami biasa-biasa saja. Tapi memang itu orangnya, yang diamankan polisi," ungkap salah seorang warga yang enggan namanya ditulis, saat ditemui detikBali di Tabanan, Senin (17/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sindikat penjualan bayi Jawa-Bali menjadi sorotan publik setelah Polres Metro Depok menetapkan delapan tersangka. Diduga, salah satu modus Aryadana dalam penjualan bayi itu dengan mengoperasikan Yayasan Luh Luwih Bali. Yayasan ini untuk menampung wanita hamil di wilayah Kabupaten Tabanan.

Lelaki berusia 41 tahun itu diduga menjadi pendana hingga penadah bayi-bayi yang diperoleh dari Pulau Jawa. Ia juga disebut bertugas mencari calon pengadopsi bayi di Bali.

ADVERTISEMENT

Suasana Lengang di Yayasan Luh Luwih Bali


detikBali mencoba menelusuri rumah yang dijadikan markas Yayasan Luh Luwih Bali pada Senin (16/9/2024) siang. Rumah tersebut berlokasi di BTN Griya Sandan Sari Blok E/17, Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan.

Bangunan tersebut tampak sepi dan tertutup rapat. Tak ada satu pun orang yang menyahut dari dalam rumah dengan pagar tertutup tersebut.

Seorang warga di lokasi membenarkan rumah tersebut merupakan kantor Yayasan Luh Luwih Bali. Ia juga membenarkan polisi sempat mendatangi rumah tersebut beberapa waktu lalu.

"Waktu ini ada kepolisian dari Depok datang ke mari. Kalau nggak salah sore. Kami baru tahu pas ada pengungkapan itu," ujar warga yang enggan disebutkan namanya itu.

Pantauan detikBali di lokasi, hanya ada satu kendaraan di garasi rumah tersebut pada Senin siang. Pagar dan pintu rumah itu tertutup rapat. Terdapat pula plang bertuliskan 'Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) Cabang Tabanan' di depan rumah itu.

Banyak Didatangi Perempuan Hamil

Menurut warga, banyak perempuan hamil yang datang ke lokasi tersebut sebelum sindikat perdagangan bayi Jawa-Bali itu terkuak. "Kami kira tidak ada yang dicurigai waktu itu. Tapi, setelah ada kabar itu (pengungkapan), ya kaget kami," jelasnya.


Kapolres Tabanan AKBP Chandra Citra Kesuma membenarkan pengungkapan perdagangan bayi oleh Polres Metro Depok. Chandra menyebut Polres Tabanan tidak ikut dalam pengungkapan itu.

"Semua sudah diurus Polres Metro Depok," ujar Chandra singkat.

KPAD Dorong Perketat Izin Yayasan

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali mendorong para pemangku kebijakan untuk memperketat pemberian izin kepada yayasan sosial. Hal ini menindaklanjuti terungkapnya sindikat penjualan bayi Jawa-Bali yang dibongkar oleh Polres Metro Depok.

Tak hanya mendorong pengetatan izin, KPAD Bali juga meminta peran serta instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan. Pengawasan ini, disebut perlu dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. Termasuk di tingkat banjar.

"Agar menjadikan kasus ini sebagai pengalaman untuk memperketat penerbitan izin dan melakukan pengawasan secara ketat dan berkala dengan bersinergi satu sama lain," ungkap komisioner KPAD Bali, Kadek Ariasa, saat dihubungi detikBali, Senin (16/9/2024).

Ariasa membeberkan pengawasan tersebut dimulai dari legalitas status, perizinan, hingga aktivitas di yayasan. Hal ini, demi mencegah terjadinya kasus tersebut.

"Untuk data pasti jumlah anak yang sudah menjadi korban kasus diperjualbelikan selama ini tidak ada, karena kasus seperti ini lebih tersembunyi jarang terungkap secara terbuka juga," ujarnya.

Ariasa mengatakan bayi adopsi berpotensi menjadi korban kekerasan. Tak hanya di keluarga baru, sejumlah kasus kekerasan juga terjadi di yayasan atau panti.

"Beberapa kasus kekerasan terhadap anak sudah terjadi dari keluarga yang asuh maupun angkat karena kurang kuatnya komitmen orang tua atau keluarga tersebut. Termasuk juga ada beberapa kasus yang pernah terjadi di beberapa yayasan atau panti," pungkasnya.

Sindikat Jual Bayi Seharga Rp 45 Juta

Polisi mengatakan sindikat penjualan bayi di Depok, Jawa Barat, membeli bayi dari orang tua dengan harga Rp 10 juta. Bayi tersebut lalu dijual ke pengadopsi senilai Rp 45 juta.

Polres Metro Depok menyambangi Yayasan Luh Luwih Bali dan mengamankan Aryadana pada Minggu (28/7/2024) lalu. Kasus perdagangan bayi itu diketahui melalui iklan di Facebook (FB).

"Karena memang ada iklan yang disiarkan melalui FB dengan tujuan mencari ibu atau setiap perempuan yang ingin menjual bayinya. Lalu dari situ juga diiming-imingi apabila nanti mau menjual bayinya akan diberikan sejumlah uang," kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana saat jumpa pers di Mapolres Metro Depok, Senin (2/9/2024), dikutip dari detikNews.

Arya mengatakan bayi tersebut nantinya akan dibawa ke Bali. Sesampainya di Bali, bayi akan diserahkan ke penadah yakni tersangka IM. IM kemudian menjual bayi Rp 45 juta ke pengadopsi.

"Lalu bayi ini nanti akan dibawa ke Bali. Setelah itu nanti di Bali, ada pengorganisasinya. Ada yang melakukan penjualan ke orang-orang yang membutuhkan dengan jumlah uang yang diminta sejumlah Rp 45 juta," jelasnya.

Untuk diketahui, sebanyak 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan bayi ini. Mereka adalah RS (24), AN (22), DA (27), MD (32), SU (24), DA (23), RK (30), dan IM (41).

Para tersangka dijerat dengan undang-undang berlapis yakni Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2017 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan atau Pasal 76F Jo Pasal 83 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads