Warga Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), meminta gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau selter tsunami dirobohkan. Warga meminta gedung itu dirobohkan lantaran ketakutan beraktivitas di sekitar area selter tsunami.
Pasalnya, terdapat kerusakan di beberapa tiang penyangga bangunan tersebut. Kerusakan gedung selter tsunami diduga akibat guncangan gempa 7,0 magnitudo pada 2018.
"Takut kami, apalagi banyak anak-anak yang bermain di area gedung," ujar Sahrul, warga setempat, Kamis (8/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sahrul mengatakan gedung yang semula menjadi tempat aman bagi 3.000 warga ketika bencana itu kini berbalik menjadi ancaman bagi masyarakat yang bermukim sekitar gedung.
"Itu ada yang roboh temboknya, di dalam (gedung) berantakan. Ada beton yang bergantung juga itu sudah lama (di lantai tiga)," urai Sahrul.
Selama berdiri, Sahrul berujar, gedung selter tsunami itu tidak pernah dipakai oleh pemerintah. Bahkan, area gedung digunakan sebagai kandang sapi warga dan jemuran.
"Belum ada (digunakan) sama sekali. Gedung ini ya (bikin) takut. Itu sudah pasti itu," katanya.
Salah satu anak yang kerap bermain di area selter tsunami juga mengaku ketakutan ketika bermain di dalam maupun di luar area gedung. "Takut kami," ujar Lavina, siswi kelas 6 sekolah dasar (SD) asal Dusun Pangsor, Desa Pemenang Barat.
Lavina meminta agar selter tsunami itu bisa diperbaiki atau dirubuhkan agar masyarakat bisa merasa aman ketika beraktivitas di area gedung yang memiliki tinggi sekitar 20 meter itu.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, belum bisa menjelaskan hasil pemeriksaan fisik selter tsunami setelah 12 saksi diperiksa dalam kasus korupsi pembangunan gedung gedung tersebut.
"Nanti kalau sudah ada update dari penyidik ke Jubir baru bisa di-publish," singkat Tessa via WhatsApp.
Untuk diketahui, selter tsunami di Lombok Utara merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Realisasi pekerjaan dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya NTB.
Pembangunan gedung dilakukan PT Waskita Karya. Pembangunan gedung yang dilakukan pada Agustus 2014 itu menelan anggaran Rp 21 miliar. Sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Gedung itu diduga mengalami rusak parah akibat gempa 7.0 Agustus 2018. Selain diusut KPK, selter tsunami itu juga sempat diselidiki kepolisian dengan menggandeng tenaga ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November.
Namun, kepolisian menghentikan pengusutan kasus pada akhir 2016. Alasannya, merujuk pada hasil analisis ahli.
(hsa/gsp)