Sebanyak 10 warga negara (WN) China berinisial CW (38), WM (39), JA (22), XW (36), JW (33), ZL (32), XZ (27), XT (28), ZW (26), dan YL (35) digerebek Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Kamis (11/7/2024). Mereka digerebek di tempat tinggalnya pada sebuah vila di Kecamatan Kuta Selatan, Badung.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, mengatakan penggerebekan berdasarkan laporan masyarakat yang menduga 10 WN China itu melakukan aktivitas ilegal. Mereka ternyata menjual alat-alat rumah tangga (RT) hingga token listrik di Bali secara online.
"Saat ini 10 WNA tersebut dikenakan pendetensian (ditahan). Satu orang didetensi di Kantor Imigrasi Ngurah Rai dan sisanya di Rudenim Denpasar. Mereka akan dideportasi serta akan kami usulkan masuk daftar tangkal," ujar Pramella saat konferensi pers di Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Senin (22/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas sempat mengintai aktivitas mereka di vila untuk mengumpulkan bukti yang cukup sebelum akhirnya diamankan. Petugas mendapati sejumlah laptop dan handphone (HP) yang diduga dipakai untuk mengoperasikan praktik jual beli secara online.
Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Suhendra, mengungkapkan para warga negara asing (WNA) tersebut masuk ke wilayah Indonesia menggunakan visa kunjungan yang diperuntukkan untuk bisnis.
"Aktivitas mereka, kegiatan pembicaraan bisnis. Saat dicek, mereka berdagang mengoperasikan perusahaan yang ada di luar Indonesia dan melakukan perdagangan secara online (dari Bali)," ujar Suhendra.
10 WN China tersebut masuk Indonesia di waktu yang berbeda, antara Mei-Juni 2024. Suhendra menegaskan 10 orang tersebut tidak terkait dengan kasus kejahatan siber berupa scamming atau penipuan yang melibatkan ratusan WN Taiwan di Tabanan beberapa waktu lalu.
"Kami nggak menangani langsung kasus yang itu. Terkait modusnya (apakah punya pabrik) kami belum tahu secara pasti. Yang jelas mereka melakukan aktivitas penjualan online, tetapi berlokasi (dioperasikan) di Bali," beber Suhendra.
Belum diketahui jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil praktik perdagangan ilegal secara online yang dilakukan para WN China itu. Hal tersebut sedang didalami, mengingat transaksi terjadi di negara asalnya.
"Jadi mereka secara umum menjual token listrik, pulsa sampai alat rumah tangga. Mereka melakukan kegiatan itu di dalam vila tersebut. Mereka datang, sebanyak 10 orang melakukan aktivitas itu," sambung Suhendra.
(hsa/hsa)