Kepala Rutan Kelas II B Kupang, Lukas Soelistyoadi, melakukan investigasi terkait dugaan pungli tersebut. Menurutnya, pegawai rutan yang terbukti melakukan pungli bisa diberikan sanksi paling berat, yakni pemecatan.
"Hari ini saya langsung lakukan investigasi pengumpulan data dan informasi kapan terjadinya pungli tersebut," kata Lukas kepada detikBali melalui sambungan telepon, Sabtu (8/6/2024).
Lukas menjelaskan investigasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dugaan pungli sebagaimana informasi dari Ombudsman NTT. Ia lantas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 yang mengatur tentang hukuman disiplin pegawai yang terlibat pungli.
Lukas mengeklaim dirinya telah menjalankan standar prosedur operasional sejak menjabat sebagai Kepala Rutan Kelas II B Kupang. Jika terbukti melanggar, dia pun bakal kena sanksi.
"Dalam aturan tersebut, diatur sanksi ringan berupa teguran, sanksi sedang berupa penurunan tunjangan kinerja, dan sanksi beratnya penurunan pangkat pencopotan jabatan hingga pemecatan," pungkasnya.
Sebelumnya, Ombudsman NTT menemukan dugaan pungli di Rutan Kelas II B Kupang. Modusnya, tahanan diiming-imingi bisa bebas lebih cepat asalkan membayar Rp 2 juta hingga Rp 40 juta.
Temuan itu terkuak setelah Ombudsman NTT melakukan kunjungan di Rutan Kupang dan berkomunikasi dengan para warga binaan di rutan tersebut. Sejumlah tahanan mengaku sudah menyerahkan uang demi bisa bebas lebih cepat. Namun, surat keputusan perpanjangan penahanan tetap dikeluarkan.
"Sehingga uang yang telah diserahkan tidak bisa dikembalikan atau hanya dikembalikan sebagian," jelas Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, Jumat (7/6/2024).
Temuan ini, Darius melanjutkan, akan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia berharap agar Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D Jone, dapat dapat melakukan pemeriksaan secara aktif atas dugaan yang terjadi di Rutan Kupang.
(iws/iws)