Pegawai Rutan Kelas II B Kupang, NTT, diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepada tahanan. Satu tahanan ditarik Rp 40 juta jika ingin cepat bebas.
Dugaan pungli tersebut ditemukan oleh Ombudsman NTT saat melalukan kunjungan ke lapas itu. Banyak narapidana dan tahanan penghuni rutan itu mengaku dipungli oleh pegawai rutan.
"Kunjungan ini antara lain untuk mendengarkan informasi dari mereka terkait layanan terhadap tahanan dan warga binaan selama berada di Rutan Kelas II B Kupang," ujar Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, seusai kunjungan, (7/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan keterangan tahanan kepada Ombudsman, pungli itu bervariatif. Mulai Rp 2 juta hingga Rp 40 juta. Sejumlah tahanan mengaku sudah menyerahkan uang tersebut lantaran diiming-imingi bisa bebas demi hukum (BDH). Namun, surat keputusan perpanjangan penahanan tetap dikeluarkan.
"Sehingga uang yang telah diserahkan tidak bisa dikembalikan atau hanya dikembalikan sebagian," jelas Darius.
Dia mengungkapkan modus baru ini dilakukan dengan sangat sistematis dengan melibatkan warga binaan dan diduga melibatkan pegawai pelayanan tahanan rutan.
"Beberapa warga binaan diduga menjadi kaki tangan oknum pegawai tertentu untuk membantu warga binaan lain yang masih berstatus tahanan agar surat keputusan perpanjangan penahanan tidak diterima bagian pelayanan tahanan Rutan Kelas II B Kupang hingga batas waktu penahanan berakhir. Dengan demikian tahanan tersebut otomatis dinyatakan bebas demi hukum karena tidak ada lagi lembaga yang berwenang menahan," urai Darius.
Dia menegaskan Rutan Kupang di bawah naungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) NTT, dapat berkoordinasi dengan kejaksaan guna mencegah terjadinya dugaan tersebut.
"Seharusnya koordinasi antara bagian pelayanan tahanan rutan dan pihak yang menahan wajib dilakukan guna mencegah tahanan bebas demi hukum jika masa penahanan akan berakhir. Modus ini telah berlangsung bertahun-tahun dan sangat merugikan para tahanan dan keluarganya," jelas Darius.
Terkait temuan tersebut, Darius berharap agar Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone, dapat dapat melakukan pemeriksaan secara aktif atas dugaan yang terjadi di Rutan Kupang.
"Terhadap informasi tersebut, kami segera menyampaikan kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi NTT agar melakukan pemeriksaan lebih lanjut guna membuktikan apakah testimoni warga binaan rutan tersebut benar adanya. Bilamana hasil pemeriksaan membuktikan bahwa benar telah terjadi pungutan liar secara sistematis, agar dilakukan tindakan tegas kepada para petugas rutan sesuai ketentuan yang berlaku," beber Darius.
Temuan ini, Darius melanjutkan, akan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pegawai pada Rutan Kupang.
"Kami juga akan menyampaikan laporan dugaan pungutan liar ini kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum HAM RI di Jakarta agar dilakukan pemeriksaan lebih jauh untuk membuktikan kebenaran informasi ini dan memutus jaringan pungutan liar yang meresahkan para tahanan dan warga binaan selama bertahun-tahun," ujar Darius.
Langkah ini kami lakukan sebab sebagai pihak yang selalu menjadi saksi pencanangan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di seluruh Satker Kanwil Hukum dan HAM Provinsi NTT.
"Kami berkewajiban untuk selalu mengingatkan agar seluruh pegawai menegakkan integritas dan menjauhkan diri dari tindakan tercela termasuk pungutan liar," ujar dia.
Kasubag Humas Kanwil Kemenkumham NTT, Dian Lenggu, mengapresiasi atas temuan dari Ombudsman itu.
"Kami sampaikan Ombudsman NTT, karena kalau tidak diperiksa Ombudsman kami tidak mengetahui hal itu," ujar Dian melalui sambungan telepon.
Ia mengaku, hal ini tentunya menjadi catatan dan bahan evaluasi Kanwil Kemenkumham NTT untuk dilakukan pemeriksaan terhadap pegawai-pegawai pada Rutan Kelas IIB Kupang.
"Tentunya ini menjadi catatan bagi kami, dan tahapan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan terhadap pegawai di Rutan Kupang, sesuai Permenkumham yang berlaku di PP 94 Tahun 2021," terang Dian.
(dpw/dpw)