Kena Tipu Jual Beli Tanah Kaveling Fiktif, 6 Warga di Lombok Lapor Polisi

Kena Tipu Jual Beli Tanah Kaveling Fiktif, 6 Warga di Lombok Lapor Polisi

Ahmad Viqi - detikBali
Selasa, 05 Mar 2024 19:21 WIB
Endah Puspita Sari, kuasa hukum para korban kasus penipuan jual beli tanah kavelingan di Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Endah Puspita Sari, kuasa hukum para korban kasus penipuan jual beli tanah kavelingan di Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram - Sebanyak 6 warga asal Kota Mataram dan Lombok Barat lapor polisi. Mereka diduga terkena tipu jual beli tanah kaveling fiktif yang ditawarkan oleh dua developer berinisial FA dan A asal Kota Mataram.

Endah Puspita Sari selaku kuasa hukum pelapor mengatakan keenam korban diduga tertipu akan bulus kedua pelaku yang telah menawarkan sebidang tanah kaveling. Tanah yang ditawarkan berada di Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.

"Jadi tanah kavelingan itu ada di daerah Desa Duman yang pemiliknya JB. Nah JB itu memberikan kuasa khusus kepada FA dengan A untuk melakukan jual beli," kata Endah kepada media usai melapor di Polresta Mataram, Selasa (5/3/2024).

Endah menjelaskan awal mula kasus penipuan jual beli tanah kavelingan tersebut. Keenam korban rupanya telah membayar sebesar Rp 389 juta kepada FA. Tetapi, pada proses selanjutnya, tidak ada kepastian kepemilikan atau penerbitan sertifikat tanah yang dijual oleh FA dan A.

"Waktu korban cek ternyata ada plang di tanah itu sedang bersengketa. Jadi orang-orang yang membeli kavelingan ini tidak ada tanah yang bisa dimiliki," ucap Endah.

Padahal dalam proses jual beli tersebut, FA dan A yang merupakan developer di Mataram ini telah mengeluarkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dengan notaris berinisial ZJ.

Anehnya, PPJB yang dibuat oleh FA dan A kepada korban dengan menunjuk ZJ sebagai notaris rupanya tidak mengikat secara hukum. "Ya, karena PPJB itu bodong. Jadi, sekarang para korban meminta uang pembayaran tanah jumlah sebesar Rp 389 juta itu kembali," tegasnya..

Luas tanahnya yang dibeli oleh para korban ini bervariatif. Korban berinisial HS membeli dua bidang kavling tanah seluas 200 meter persegi dengan telah membayar Rp 100 juta kepada FA dan A pada Januari 2022 lalu. Korban lain inisial H telah membayar sebesar Rp 115 juta pada tahun yang sama.

"Jadi setelah kami hitung ada 10 orang korban yang kami duga menjadi korban penipuan oleh FA dan A ini. Rata-rata korban ingin dikembalikan uangnya," tutur Endah.

FA dan A tidak pernah mengembalikan uang para korban. Bahkan, pada 2023, Endah pernah mengajukan somasi kepada FA dan A namun tidak pernah mendapatkan kejelasan.

"Kalau kami lihat tanah yang ditawarkan memang ada. Tetapi jual belinya yang fiktif. Jadi tanah ini milik orang lain. Kami bahkan sudah klarifikasi ke JB pemilik tanah ternyata tidak menerima uang tersebut. JB bilang tidak pernah menerima uang dari FA dan A," terang Endah.

Endah meminta kepada kepolisian untuk mengusut tuntas mafia tanah tersebut. Endah juga meminta kepada penegak hukum agar segera mengangkat kasus tersebut agar korban tidak bertambah.

"Para korban ini kan mereka sangat buta hukum karena dari golongan bawah. Rata-rata petani," katanya.

Kepala Unit Harta Benda (Kanit Harda) Satreskrim Polresta Mataram Iptu Kadek Angga Nambara membenarkan adanya laporan yang diajukan oleh enam korban penipuan melalui kuasa hukumnya, Endah Puspitasari.

"Benar ada dua orang warga (yang dilaporkan) sehubungan dengan dugaan tindak pidana penipuan dengan modus menawar sebidang tanah dan menerima pembayaran daripada pihak pengadu," kata Angga.

Menurut Angga, berdasarkan aduan yang diterima kepolisian, para korban setelah membayar tanah kavelingan tersebut tidak bisa mendapatkan sertifikat atau menguasai tanah tersebut.

"Masih dalam bentuk pengaduan. Kalau ada peristiwa pidana dalam aduan tersebut baru diputuskan gelar perkara ke arah laporan polisi. Kami masih ambil keterangan pelapor dulu," jelas Angga.


(dpw/dpw)

Hide Ads